Bus dari arah Grogol menuju PGC yang saya naiki mendadak berhenti ketika akan memasuki halte Tegal Parang. Untungnya, bus saya tidak mogok di jalur separator busway yang ditinggikan. Jika iya, entah kapan saya dan penumpang lain bisa keluar dari dalam bus.
Mengenai kondisi bus secara keseluruhan, bus yang saya naiki adalah bus tipe gandeng berwarna merah-orange dan masih terlihat sangat baik dari luar. AC masih dingin, dinding tidak ada yang keropos, sistem buka-tutup pintu lancar, dan tidak ada bunyi-bunyi aneh mesin yang mengganggu. Intinya secara kasat mata, bus masih sangat layak digunakan.
Saat itu kecepatan bus yang saya naiki tiba-tiba melambat dan berhenti. Mesin dan AC mulai mati serta lampu yang menyala di dalam bus kedap-kedip. Seperti biasa (ya, saya memang biasa menaiki bus TJ yang gangguan), kami semua dievakuasi dari dalam bus dengan cara menunggu transjakarta lain yang melewati bus kami. Transjakarta lain yang lewat di samping kami berhenti tepat di depan pintu bus dan kami memasuki bus “tetangga” tersebut seperti biasa.
Sekilas mereka mengatakan antara satu dengan yang lain bahwa ada gangguan pada aki bus jadi startersusah dinyalakan. Namun, mereka sama sekali tidak mengabari dan mengumumkan padakami secara langsung mengenai keadaan bus. Kami sebagai penumpang hanya bisa saling pandang dan pasrah menanti kabar baik.
Peristiwa 3
Beda halnya dengan kasus yang ini. Pada bulan Juli kemarin saya juga pernah mengalami kejadian serupa. Bus dari arah Pinang Ranti menuju Grogol yang saya naiki mendadak berhenti persis depan Komdak, dekat pintu keluar tol Semanggi. Kala itu waktu menunjukkan pukul 10.30 dan untungnya keadaan lalu lintas sudah tidak macet.
Tapi sialnya, bus saya mogok literally di tengah jalan dan masih sangat jauh dari halte busway Semanggi. Pada saat itu, petugas bus sigap menanyakan pada pramudi mengenai apa yang sedang terjadi dan langsung memberitahu pada seluruh penumpang bahwa bus sulit dinyalakan kembali.
Sang pramudi beserta petugas bus pun meminta maaf pada para penumpang sampai berkali-kali. Sang pramudi juga kerja keras memeriksa mesin di bagian luar bus dan mencoba semaksimal mungkin untuk menyalakannya kembali. Hal itu dia lakukan bolak-balik keluar masuk bus sampai bajunya bermandikan keringat.
Saya disini secara pribadi juga tidak menuntut permohonan maaf yang berkali-kali harus dilontarkan oleh petugas bus seperti kejadian yang barusan saya ceritakan. Saya hanya mempertanyakan mengapa kondisi transjakarta yang sebetulnya “kelihatan” masih layak jalan itu bisa sebegitu tak terawat mesinnya.
Karena tidak hanya satu-dua transjakarta yang mogok seperti yang barusan saya tuliskan, tetapi masih banyak juga bus lain yang saya jumpai mogok di jalan. Tak jarang bus-bus tersebut merupakan bus baru, seperti bus transjabodetabek yang baru launching beberapa bulan lalu. Bisa dibayangkan, mengapa bus-bus yang terbilang baru seperti itu bisa cepat rusak mesinnya dalam waktu singkat? Apa disebabkan oleh bus yang tak tahan macet berjam-jam? Atau karena kelebihan penumpang? Belum pernah ada penjelasan yang jelas dari pihak Transjakarta mengenai hal ini.