Tiktok sejatinya merupakan salah satu dari banyaknya platform digital yang menawarkan banyak kesenangan dan keuntungan bagi manusia. Segala kebutuhan, kebutuhan yang bersifat digital tentunya, dapat diakses dan ditemukan dalam Tiktok. Apa yang dibutuhkan? Hiburan? Pendidikan? Motivasi? Tutorial? Berita? Tips? Dance Challenge? Belanja? Semuanya ada dalam Tiktok. Pengguna Tiktok tidak dibatasi usia semua orang dari semua generasi mendapat akses untuk menggunakannya. Maka dari itu, sudah tidak heran bagi kita melihat balita yang berumur dua tahun pun sudah dibiarkan untuk menonton konten Tiktok oleh orang tuanya dengan dalih ‘supaya anteng’, ‘supaya tidak rewel’ terlepas dari kontennya yang ramah anak. Tidak cukup untuk hiburan, Tiktok juga menjadi tempat mencari nafkah bagi penggunanya. Cara yang dipakai juga bervariatif dimulai dari cara yang menyedihkan hingga cara yang terbilang elegan. Cara yang menyedihkan bisa kita contohkan dengan mereka yang mengemis online berharap dikasih saweran gift ala Tiktok yang bisa dikonversi menjadi uang dan cara yang elegan bisa kita contohkan dengan mereka yang menjual konten-konten yang bermanfaat dan mendidik. Maka tidak aneh jika kita melihat orang-orang yang menjadi sukses, dalam hal finansial, melalui konten mereka dalam Tiktok. Tiktok memang menggiurkan dengan menawarkan segala bentuk kesenangan dan manfaat baik dalam bentuk uang atau popularitas, sehingga banyak orang berbondong-bondong menjadi Tiktokers.
Namun, seperti yang sudah kita tahu bahkan sadari bahwa segala sesuatu selalu memiliki dua sisi, negatif dan positif. Begitu pula dengan Tiktok. Selain menawarkan kesenangan Tiktok juga berpotensi meninggalkan kesengsaraan. Buktinya apa? Lihatlah mereka para penikmat kesenangan sesaat yang diciptakan oleh konten Tiktok, lihatlah mereka yang memilih mengemis online dibandingkan bekerja di dunia nyata, lihatlah mereka yang menghabiskan waktu berjam-jam untuk scrolling dan menunda pekerjaan mereka, lihatlah mereka yang menggantungkan standard hidup mereka pada standar-standar yang ada di Tiktok, dan yang lainnya bisa kita lihat dan nilai sendiri. Menjadi ketergantungan dan kesulitan untuk berlepas diri. Tidakkah kita merasa empati pada diri kita dan orang-orang disekitar kita yang terlena dengan kesenangan dan hiburan sesaat?
Tidak ada yang salah dengan penggunaan Tiktok juga tidak menjadi masalah untuk memanfaatkannya menjadi sumber penghasilan, hiburan, informasi, dan pendidikan. Yang menjadi masalah adalah intensitas dan kebijaksanaan kita dalam menggunakannya. Rasanya semua orang sudah tahu bahkan sangat menyadari bahwa scrolling Tiktok itu sangat candu. Semakin tinggi intensitas kita menggunakan Tiktok semakin besar pula peluang kita mendapatkan candu untuk berlama-lama menggunakannya. Tiktok bisa menjadi sumber  media yang bermanfaat juga bisa menajdi alasan terbunuhnya produktivitas kita saat menggunakannya secara terus menerus. Tiktok akan menjadi candu  jika tidak digunakan dengan bijak.
Silahkan gunakan Tiktok untuk mencari kesenangan dan keuntungan namun libatkan kebijaksanaan. Manfaatkan Tiktok dengan sebaik-baiknya dan tetap hidup dalam kenyataan. Semua orang mendamba kesenangan namun semua orang butuh ketenangan agar mendapatkan kesenangan yang sejati. Tiktok adalah peluang maka lihatlah peluang itu dengan cara, tujuan, dan penggunakan yang positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H