TAMBAK BERAS
Masihkah padi-padi, tanaman tebu berderet manis melambai di sepanjang jalan menyambut langkah demi langkah santri anyar menuju gerbang barokahmu? Ataukah seperti di mana-mana pabrik-pabrik dan bangunan bangunan bergaya belanda yang angkuh dan genit menggantikannya?
Masikah botol botol yg berujungkan sumbu, berisikan minyak tanah setia menemani para santri begadang membaca Kalam suci ilahi? Ataukah seperti di mana-mana neon-neon berwarna warni kebiruan, merah, kuning, hijau yang berjaga kini seperti bola-bola lampu menggantikan teplok-teplok gothakan?
Masihkah shorof, i'lal dan nadhom-nadhom imrithi dihafal diserambi, dapur pematang, di sekolah bahkan di jalan pun? Dan senandung syair-syair untuk baginda rosulullah membuai merdu? Ataukah seperti di mana-mana santri lebih suka menghafal lagu-lagu dan alunan dangdut modern masa kini?
Masihkah saling merembukkan pendalaman ilmu dan halaqoh-halaqoh menghidupkan malam-malam penuh semangat dan himmah? Ataukah seperti di mana-mana diskusi-diskusi sarat istilah tanpa kelanjutan dinilai lebih bergengsi dan bergaya?
Masihkah butir-butir pikiran Al-Ghazali dikaji sore menjelang senja dan setiap saat dicontohkan dalam perilaku Romo Kiai? Ataukah seperti di mana-mana penggalan demi penggalan kata-kata mutiara dianggap lebih bermakna ketimbang kalam kalam mulia Alqur’an?
masihkah para santri berbondong-bondong melakukan kewajiban sebagai seorang muslim setiap waktu dalam derajat ganjaranya yang berlipat dua puluh tujuh? Ataukah seperti di mana orang-orang merasa tak punya waktu dan sibuk diburu waktu lalu lebih memilih sendirian untuk diri sendiri?
Wahai tempatku menimba ilmu
Tanah mu sekalipun ku rindu kan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H