Mohon tunggu...
LUTHFI AFIFY
LUTHFI AFIFY Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA ULM

Mahasiswa Geografi, FISIP - ULM Angkatan 2021

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Valuasi Ekonomi Lingkungan Nilai Kegunaan Langsung dan Tidak Langsung Komoditas Ekonomi

21 Desember 2023   15:49 Diperbarui: 21 Desember 2023   15:51 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak perubahan iklim yang paling nyata pada sektor pertanian adalah kerusakan (degradasi) dan penurunan kualitas sumberdaya lahan dan air, infrastruktur pertanian, penurunan produksi dan produktivitas tanaman pangan, yang akan menghasilkan ancaman kerentanan dan kerawanan terhadap ketahanan pangan dan bahkan kemiskinan. Dampak tersebut akan dapat ditekan atau dikurangi intensitasnya apabila kebijakan negara mampu menghasilkan insentif bagi petani dan pelaku lain di sektor pertanian maupun pesisir dan pantai untuk melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sedini mungkin, sekarang ini.

Konsep dasar valuasi merujuk pada kontribusi suatu komoditas untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks ekologi, sebuah gen bernilai tinggi apabila mampu berkontribusi terhadap tingkat survival dari individu yang memiliki gen tersebut. Dalam pandangan ecological economics, nilai (value) tidak hanya untuk maksimalisasi kesejahteraan individu tetapi juga terkait dengan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi.

Valuasi ekonomi merupakan upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, baik atas dasar nilai pasar (market value) maupun nilai non-pasar (non market value). Valuasi ekonomi sumberdaya merupakan suatu alat ekonomi (economic tool) yang menggunakan teknik penilaian tertentu untuk mengestimasi nilai uang dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Pemahaman tentang konsep valuasi ekonomi memungkinkan para pengambil kebijakan dapat menentukan penggunaan sumberdaya alam dan lingkungan yang efektif dan efisien. Hal ini disebabkan aplikasi valuasi ekonomi menunjukkan hubungan antara konservasi SDA dengan pembangunan ekonomi.

Menurut Pearce dan Turner (1991) jasa-jasa lingkungan pada dasarnya dinilai berdasarkan "willingness to pay" (WTP) dan "willingnes to accept (WTA). Willingness to pay dapat diartikan sebagai berapa besar orang mau membayar untuk memperbaiki lingkungan yang rusak (kesediaan konsumen untuk membayar), sedangkan willingness to accept adalah berapa besar orang mau dibayar untuk mencegah kerusakan lingkungan (kesediaan produsen menerima kompensasi) dengan adanya kemunduran kualitas lingkungan. Kesediaan membayar atau kesediaan menerima merefleksikan preferensi individu, kesediaan membayar dan kesediaan menerima adalah parameter dalam penilaian ekonomi (Pearce dan Moran, 1994).

Secara umum teknik penilaian ekonomi lingkungan yang tidak dapat dinilai dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana willingness to pay terungkap melalui model yang dikembangkan (revealed preference method). Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei langsung secara dimana keinginan membayar atau WTP diperoleh secara langsung dari responden (expressed preference method Fauzi, 2006).

Perhitungan nilai produksi dilakukan terhadap tanaman pangan meliputi antara lain: padi, palawija berupa jagung dan kacang- kacangan, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Produksi padi pada tahun 2007 sempat mengalami penurunan sekitar 1,69 persen dari tahun sebelumnya karena pada tahun 2007 terjadi gagal tanam dan gagal panen di daerah tadah hujan Lombok Selatan. Jenis komoditi palawija yang dikembangkan dan menjadi unggulan di Pulau Lombok NTB adalah kedelai, jagung, kacang tanah, dan kacang hijau. Potensi kedelai tersebar di setiap kabupaten dengan tingkat produktivitas yang bervariasi tergantung tingkat kesuburan tanah, keseuaian lahan, dukungan cuaca dan irigasi setempat. Artinya produktivitas kedelai di daerah yang beririgasi teknis atau setengah teknis lebih tinggi daripada daerah tadah hujan.

Jagung sama halnya dengan kedelai, potensi pengembangannya juga tersebar di tiga kabupaten, yakni Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur. Potensi pengembangan dan pengusahaan Kacang Tanah tersebar disetiap kabupaten dengan produktivitas yang bervariasi tergantung kesesuaian lahan, kesuburan tanah, dukungan irigasi dan cuaca pada saat mengusahakannya. Komoditi palawija lainnya yang dikembangkan di Pulau Lombok adalah kacang hijau. Memperhatikan 4 jenis komoditi palawija (kedelai, jagung, kacang tanah dan kacang hijau) yang dapat diusahakan pada musim kedua (MT2) setelah padi pada sawah beririgasi dan tadah hujan maka sebenarnya petani dapat memilih salah satu dari komoditi tersebut berdasarkan kesesuaian lahan, ketersediaan air dan dukungan cuaca. Pada musim hujan pun dapat diusahakan terutama pada daerah-daerah yang curah hujannya relatif kurang, namun perlu dilakukan uji coba melalui action research yang intensif dengan berkoordinasi dan berkolaborasi antar instansi dan lembaga terkait.

Dalam menanggapi dampak perubahan iklim, sebagian besar masyarakat mau berusaha/berupaya menanggulangi masalah yang ada, dan sanggup membayar terhadap beban ekonomi yang ada. Mekanisme pembayaran (payment vehicle) yang dipilih adalah mau mengambil beban dengan berhutang pada pihak donor atau sponsor, dan melakukan cicilan. Hal menarik adalah bahwa dengan kemampuan ekonomi yang sangat lemah dimana sebagian besar mempunyai pendapatan di bawah upah minimum propinsi Nusa Tenggara Barat, tetapi sanggup mengambil beban dalam menanggulangi dampak perubahan iklim. Besar kesanggupan membayar masyarakat terhadap dampak perubahan iklim secara umum untuk ketiga sektor kajian adalah Rp 3.334.147. Sementara kalau dilihat per sektor besar kesanggupan membayar masyarakat adalahsektor pertanian Rp 3.703.378, khusus kawasan pesisir Rp 2.743.667, khusus sumber daya air Rp 3.250.904.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun