Aku ingin mencubit pipi gerimis yang cerewet berkicau.
Bisakah kita tak bersua dahulu?
Bukannya aku menolak perjodohan denganmu, namun, bisakah kamu hanya mencumbuiku tatkala aku sedang berdamai dengan waktu?
Aku berjanji, takkan melepas erat pelukmu jika waktu merestui percumbuan kita.
Jika telah kering semua sepatuku yang basah karena persetubuhan kita kemarin, lusa, dan kemarin lusa.
Kamu tahu, akupun rindu memagutmu, bergulingan menggelinjang diatas cintamu yang basah.
Atau sekedar merasakan jemarimu menari meliuk di sela-sela tubuhku.
Jangan-jangan kamu marah padaku, karena tidak lagi mengajakmu bermain seperti dulu?
Aku mohon maaf, gerimisku, aku pun tak lagi berteman dengan rumput hijau, bola plastik, dan keceriaan anak kampung.
Aku sebetulnya rindu, bertelanjang dada di lapangan bola, menjatuhkan diri pada kasih sayang hujan dan senja.
Aku kini tahu, hujan badaimu adalah gerutu. Cemburu.
Maafkan aku, gerimisku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H