Mohon tunggu...
luthfi adam
luthfi adam Mohon Tunggu... -

why so serious?

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Surat untuk Gerimis

3 November 2010   13:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:52 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku ingin mencubit pipi gerimis yang cerewet berkicau.
Bisakah kita tak bersua dahulu?
Bukannya aku menolak perjodohan denganmu, namun, bisakah kamu hanya mencumbuiku tatkala aku sedang berdamai dengan waktu?
Aku berjanji, takkan melepas erat pelukmu jika waktu merestui percumbuan kita.
Jika telah kering semua sepatuku yang basah karena persetubuhan kita kemarin, lusa, dan kemarin lusa.
Kamu tahu, akupun rindu memagutmu, bergulingan menggelinjang diatas cintamu yang basah.
Atau sekedar merasakan jemarimu menari meliuk di sela-sela tubuhku.
Jangan-jangan kamu marah padaku, karena tidak lagi mengajakmu bermain seperti dulu?
Aku mohon maaf, gerimisku, aku pun tak lagi berteman dengan rumput hijau, bola plastik, dan keceriaan anak kampung.
Aku sebetulnya rindu, bertelanjang dada di lapangan bola, menjatuhkan diri pada kasih sayang hujan dan senja.
Aku kini tahu, hujan badaimu adalah gerutu. Cemburu.
Maafkan aku, gerimisku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun