Hujan akan membuatnya layu dan kemudian mati. Kematiannya pun akan berdampak pada bertambahnya modal yang perlu dikeluarkan. Dalam meramal modal, hitungannya harus jelas, mulai dari membeli bibit, ongkos orang yang menanam dan perawatan.Â
Untuk yang terakhir dalam meramal harga, mereka tidak terlalu memikirkannya, karena tengkulak dan orang-orang gudang yang akan menentukan.Â
Kalau beruntung akan banyak uang yang didapat, jika kurang beruntung hanya lelah yang didapat. Pada bagian terakhir ini mereka seperti tobat sambal, kalau rugi katanya ingin berhenti menanam tembakau, tapi anehnya tidak pernah dilakukan.
Ada cerita pada masa lalu, orang-orang enggan menjadi pegawai negara., termasuk di Kampung Bkiong. Mereka lebih memilih untuk bertani tembakau ketimbang menjadi abdi negara.Â
Pasalnya, tembakau sangat menjanjikan dan pihak gudang membeli tembakau petani dengan mahal. Jika musim panen dan jual selesai, mereka mendapatkan banyak uang dan berbelanja perabotan rumah, termasuk sepeda motor.Â
Dari saking banyaknya hasil yang diperoleh, maka dulu ada istilah roti sisir dibuat untuk mengelap sepeda motor dan air mineral untuk mandi. Namun, kini istilah itu sudah kabur harga tidak menentu bahkan cenderung rendah. Meski begitu, mereka tetap menanam tembakau.
Pada musim tembakau, orang-orang yang menanam tembakau akan rela bekerja siang malam. Siang hari mereka memikul timba berisi air dan kemudian menyiramkannya. Pada malam hari mereka akan menjaganya dari orang-orang yang jahil.Â
Kejadian yang menimpa Pak Suhli sebelumnya adalah keteledorannya. Biasanya petani tembakau akan membawa pompa airnya pulang ketika kubangan air sudah berisi penuh dan membawanya kembali di esok hari untuk mengisinya kembali.
Lalu aku? Bagaimana denganku ketika musim tembakau? Aku dan anak-anak seumuran denganku sekira delapan hingga dua belas tahun di Kampung Bakiong tidak pernah memusingkan ramalan cuaca, modal, dan juga harga. Aku hanya memakai tanda kalau angin sudah berhembus dari timur ke barat itu adalah musim tembakau.Â
Aku akan mengadu layangan dan mengejarnya ketika putus. Jika layangan yang putus melintas dan jatuh di sawah, aku akan tetap mengejar tetapi dengan konsentrasi yang terbelah. Tiga perempat konsentrasi tertuju ke layangan dan seperempatnya lagi mengawasi keadaan sekitar, takut yang punya sawah datang mengejarku karena telah menginjak beberapa tembakau yang telah di tanam.
Lain siang, lain pula malam. Bagiku malam adalah sesuatu yang mengasikkan di musim tembakau. Aku akan terjun ke sawah selepas isya membawa senter dan menyusuri jalan setapak antara tanaman tembakau yang satu dengan yang lainnya, mengendap-endap dengan telinga dibuka lebar-lebar agar dapat menangkap suara jangkrik dengan jelas. Iya, jangkrik adalah buruanku ketika malam dan akan dijadikan aduan ketika siang selepas sekolah.Â