Malam itu, untuk pertama kalinya aku berjumpa dengannya.
Di sudut warung kopi itu, suatu malam di bulan Januari.
Dia menyenangkan, hanya itu yang aku tahu.
Hari berganti sejak pertemuan itu dan dimulailah pertemuan-pertemuan yang lain.
Obrolar demi obrolan terlontar, dia pintar dan aku tergila-gila pada jalan pikirannya.
Aku mulai nyaman bersamanya, dan entah sejak kapan aku mulai menunggu pesan-pesan singkat darinya.
Aku mulai peduli padanya, mulai ingin selalu tahu keadaannya dan mulai ingin memberinya perhatian.
Aku tak mengharap timbal balik, aku cukup memberi dan biarkan dia yang merasakan.
Hari bertemu dengannya menjadi hari yang paling ku nantikan.
Tak jarang, aku tak berani menatap ke dalam matanya, karena matanya sungguh meneduhkan.
Aku mulai memikirkannya dalam hayalku, dalam nyataku dan dalam mimpiku.