Secara garis besar, ada dua faktor yang menyebabkan anak atau peserta didik termotivasi untuk menyontek yaitu :
1. Faktor Internal
Peserta Didik atau Anak yang tidak percaya diri cenderung akan menyontek dalam menyelesaikan tugas. Selain itu menyontek juga disebabkan faktor "malas" yang sudah ada pada siswa.Â
Malas belajar dan tidak membuat tugas akan membentuk karakter siswa yang menginginkan sesuatu diperoleh dengan cara instan, sehingga menyontek menjadi pilihan.Â
Hal senada juga diungkapkan oleh Dien F. Iqbal, Dosen Fakultas Psikologi Unpad, seperti yang dikutip Rakasiwi (2007) seseorang menyontek tidak hanya disebabkan dari faktor luar, tetapi juga faktor dari dalam diri.Â
Dari dalam diri, konsep diri merupakan gambaran apa yang dibayangkan seseorang, nilai dan sesuatu yang dirasakan tentang dirinya sendiri. Misalnya, anggapan bahwa, "Saya adalah orang biasa saja". Anggapan itu akan memunculkan kompenen afektif yang disebut harga diri.
Dari teori-teori tentang motivasi, diketahui bahwa menyontek/cheating bisa terjadi apabila seseorang berada dalam kondisi underpressure, yaitu apabila dorongan atau harapan untuk berprestasi jauh lebih besar dari pada potensi yang dimiliki. Apabila tidak dikendalikan dengan baik, akan menimbulkan hasrat untuk melakukan cheating/menyontek.
2. Faktor Eksternal
Selain karena faktor intern, kebiasaan menyontek juga didorong oleh faktor eksternal atau lingkungan. Peserta didik terdorong untuk melakukan tindakan curang karena implikasi dari pendidik, keluarga dan teman sebaya.
       Â
- Dari Pendidik
Beberapa alasan siswa untuk menyontek juga didorong dari para pendidik (Guru dan Dosen). Hal ini didorong karena kurangnya ketegasan guru untuk menindaklanjuti siswa yang ketahuan menyontek. Dengan pembiaran yang dilakukan guru, hal ini dapat menyebabkan budaya menyontek semakin subur. - Peserta didik akan terbiasa dengan sikap curang, karena tidak ada sanksi yang tegas dari pendidik. Bahkan yang sangat disayangkan ada beberapa oknum guru yang memberikan  kunci jawaban untuk Ujian Nasional.
- Dari orang tua atau keluarga.
Dari observai mini yang penulis lakukan, hasrat untuk menyontek juga didorong oleh orang tua yang menuntut anaknya untuk mendapatkan nilai yang tinggi. - Jika tidak didukung degan cara yang relevan, tuntutan orang tua tersebut bisa berdampak negatif pada anak. Salah satunya adalah orang tua yang mementingkan hasil daripada proses anak dalam belajar. Hal ini bisa menekan anak untuk menyontek dalam pelajaran karena takut, dan menyontek dianggap sebagai solusi pintas untuk mendapatkan nilai yang tinggi.
- Dari teman
Keinginan menyontek juga timbul pada saat anak melihat temannya yang lain membuat kecurangan. Dilihat dari ilmu psikologi, anak-anak yang belum matang dalam berpikir cenderung meniru dari apa yang mereka lihat di lingkungan sekitar. - Maka Jika ada teman mereka yang menyontek, siswa tersebut terdorong untuk menyontek karena berpikir bahwa "untuk apa jujur saat ujian sementara semua temannya mendapat nilai yang tinggi karena menyontek". Hasrat untuk menyontek juga muncul karena adanya peluang yang diberikan oleh teman.Â
- Peluang ini dapat berupa pembagian isi jawaban dengan sukarela oleh beberapa siswa yang pintar. Mereka beranggapan bahwa dengan saling membantu saat ujian menjadikanbukti solidaritas dalam pertemanan. Maka "kesempatan" ini mendorong siswa untuk melakukan sikap yang curang.Â
- Asumsi ini sangat cocok jika dikaitkan dengan pesan Bang Napi di salah satu stasion TV swasta yang menyatakan : "Kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan". Jadi dengan adanya peluang ini akan mendorong siswa untuk menyontek.