Tidak dapat dipungkiri lagi, sekarang kita berada di zaman modern. Zaman ketika semuanya dapat kita atur sedemikian rupa hanya dengan menggerakan jari-jemari. Pesatnya arus informasi serta melesatnya globalisasi dari mancanegara yang masuk ke Indonesia seakan-akan membawa kita ke peradaban baru yang canggih dan modern. Apalagi dengan berkembang pesatnya teknologi, segala sarana dan prasarana yang digunakan manusia guna menunjang taraf hidup dan kebutuhannya sehari-hari membuat semua orang melakukan segalanya dengan mudah. Didukung juga dengan modernisasi media sosial yang mempermudah dalam mengakses segala informasi, kapan pun, di mana pun, dan dari mana pun. Tentu saja arus informasi ini sangatlah berpengaruh kepada masyarakat terutama dalam hal budaya dan kebudayaan masyarakat.
       Laksana ombak menerjang pantai sehingga menyebabkan erosi, begitulah penggambaran rasa cinta kita terhadap budaya tradisional kita sendiri khususnya dari sudut pandang generasi muda. Generasi muda atau yang sekarang lebih dikenal dengan generasi millenial perlahan-lahan mulai meninggalkan budaya tradisional. Mereka merasa bahwa kebudayaan tradisional yang mereka miliki dan diturunkan secara turun-temurun oleh para leluhur sebelumnya itu kuno, tidak mengikuti perkembangan zaman, bahkan tertinggal dari perkembangan zaman. Budaya tradisional ini mulai tergerus lalu digantikan oleh budaya asing. Padahal budaya asing ini tidak semuanya mengandung kesesuaian dengan norma etika bangsa Indonesia.
       Perlahan tapi pasti secara sadar tak sadar perkembangan budaya asing di Indonesia dengan mudah mengikis bahkan menggantikan budaya tradisional di lingkup kehidupan masyarakat sehari-hari. Kesadaran masyarakat pun seakan dibius dengan keindahan budaya asing sehingga masyarakat khususnya generasi muda lebih memilih budaya asing daripada budaya tradisional. Hal ini dikarenakan budaya asing dianggap lebih modern dan dirasa lebih mengikuti perkembangan zaman. Padahal jika kita telisik dari sudut pandang lain, hakikatnya kesenian tradisional merupakan bagian dari kebudayaan yang menjadi ciri khas bangsa tersebut di mata dunia dan menjadi aset kekayaan berharga sebuah bangsa yang wajib dijaga kelestariannya.
       Jika kita perhatikan dari segala aspek kehidupan sekarang, khusunya kaum millenial sudah mulai berkiblat kebarat-baratan. Bahkan dari hal sekecil corak aksesori dan hiasan baik di kamar maupun di rumah pun sudah mulai bernuansa ala-ala kebarat-baratan maupun kekoreaan. Budaya asing memang sungguh seolah-olah membuat semuanya menjadi instan. Hal inilah yang memengaruhi kaum millenial khususnya kaum pelajar lebih memilih untuk mengikuti budaya luar negeri daripada budaya sendiri. Padahal kebudayaan tradisional merupakan wujud kearifan lokal yang harus dipegang teguh.
Guna membendung dan menyaring globalisasi budaya luar yang berlebih, pendidikan seni dan budaya harus diterapkan khususnya sedari dini. Aspek ini penting karena budaya merupakan sesuatu perbuatan manusia yang diulang-ulang dan dilestarikan secara turun-temurun. Hakikatnya, manusia dapat memahami, mencerna, serta mengingat apa yang menjadi kebiasaan yang dilakukan sehari-hari dan terus berulang. Di saat usia dinilah manusia mampu merekam memori serta mengoptimalkan fungsi otak untuk berkembang. Manusia di usia dini mampu menyerap serta mencerna apa saja yang diajarkan untuknya baik dari siapa pun, kapan pun dan di mana pun. Bahkan pengetahuan mendalam yang diajarkan sedari dini mampu terekam jelas di benak manusia hingga dewasa.
SMA Negeri 3 Sukoharjo sebagai sekolah yang peduli akan pentingnya menumbuhkan sikap dan karakter budi luhur serta mencintai budaya lokal memberi fasilitas para siswanya dengan adanya ekstrakurikuler karawitan. Selain menjadi upaya menumbuhkan jiwa cinta tanah air, ekstrakurikuler ini juga menjadi wadah pembentukan karakter positif siswa. Tidak hanya itu, kegiatan ini menjadi basis siswa dalam mempelajari budaya tradisional. Kegiatan ini mampu membentuk kearifan lokal dalam diri siswa berupa sikap sopan, santun, dan tata krama.
Rata-rata minat siswa untuk mengikuti karawitan ini cukup tinggi. Hal ini dapat dipantau dari jumlah peserta yang lumayan banyak dalam mendaftar maupun yang mengikuti latihan reguleran. Saking antusiasnya mereka dalam mengikuti ekstrakurikuler ini, mereka sering melakukan latihan reguleran di luar jam bahkan di luar hari sekolah. Kegiatan ini membuktikan bahwa budaya tradisional tidak kalah saing dengan budaya asing. Bahkan dengan mengimprovisasi aransemen modern dengan garapan tradisional mampu menyajikan sesuatu yang baru dan menjadi terobosan budaya yang unik. Dengan adanya globalisasi tentunya karawitan ini dapat berkembang karena segala akses informasi dapat didapatkan dengan mudahnya.
Secara sudut pandang antropologi, kita seharusnya memandang kebudayaan tidak hanya dari satu sisi, namun dari segala sisi. Memang benar globalisasi membawa banyak perubahan aspek kehidupan manusia baik sisi positif dalam memudahkan kehidupan manusia maupun sisi negatif dalam membuat manusia lupa akan budayanya sendiri. Inilah pentingnya memandang budaya tidak hanya dari satu sisi. Kalau hanya dari satu sisi tentunya timbul permasalahan berupa pro dan kontra. Kita dapat menyikapi budaya, perubahan, serta perkembangannya dengan benar asalkan kita bersikap netral.
Kita juga bisa menyikapi kebudayaan luar negeri yang dirasa kurang baik dengan menerapkan kearifan lokal yang diajarkan dalam budaya tradisional. Jika kita menyeimbangkan budaya tradisional dan budaya modern dan bahkan mampu memadu-padankannya dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menjadi pribadi yang aktif serta kreatif. Kita bisa mengakuturasikan budaya sehingga budaya tersebut lebih kompleks dan lebih enak dinikmati, dirasakan, serta dipelajari. Dengan metode ini, mempelajari budaya pun menjadi lebih mudah dan mengasyikkan dalam penerapan di institusi pendidikan. Seiring berjalannya waktu, mempelajari budaya juga mampu mengubah sikap kita menjadi lebih kritis. Perubahan sikap inilah yang menjadikan manusia lebih berkarakter. Jika kita sudah terbiasa bersikap baik maka secara otomatis kita memiliki karakter yang baik.
Kita sebagai warga negara Indonesia yang berkarakter baik, dipandang dunia memiliki banyak budaya dan kebudayaan, seharusnya menjadi tanggung jawab kita semua selaku warga negara Indonesia untuk mempelajari, menjaga, dan melestarikan budaya tradisional. Kita haruslah mengakui adanya budaya tradisional sebagai harta kekayaan bangsa. Harus ada kesadaran serta melek budaya dari segala pihak dan aspek masyarakat untuk menjalankan pelestarian budaya tradisional khususnya karawitan. Tanpa adanya kesadaran dan sinergi dari masyarakat dalam melestarikan budaya maka upaya pelestarian ini pun akan sulit diterapkan dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam institusi pendidikan. Generasi muda yang menjadi penerus bangsa harus menjaga dan melestarikan budaya kita khususnya karawitan. Diharapkan, budaya tersebut dapat tertanam dalam dirinya dengan wujud rasa cinta budaya sendiri serta memiliki karakter yang baik dengan kearifan lokal yang sudah mendarah daging.
Indonesia dikenal dunia memiliki banyak budaya dan kebudayaan. Jangan sampai kegelisahan para budayawan tentang budaya dan kebudayaannya menjadi kenyataan yang pahit bagi kita semua. Kehilangan budaya lekang ditelan zaman begitu saja atau bahkan diklaim negara lain dikarenakan warga negara yang tidak melestarikannya. Perspektif ini dinilai mungkin terlalu berlebihan. namun tentu hal ini semua tidak mustahil terjadi. Oleh karena itu, kita semua harus bersinergi dalam mempelajari, mengamalkan, menjaga, serta melestarikan budaya kita sebagai wujud cinta terhadap tanah air kita, Indonesia. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau tidak sedari sekarang kapan lagi?