Azida Fazlina_222121083
Leta Fadila Nur Rahma_222121088
Zahwa Minhatussani_222121013
Lutfi Febri Susanto_222121081
Dea Aupik Fernanda_222121170
Zahrotus Sadiyah_222121170
Faktor pernikahan wanita hamil terjadi dalam masyarakat
Karena adanya beberapa faktor penyebab terjadinya perkawinan wanita hamil di dalam masyarakat seperti :
a. Terjadinya kehamilan di luar nikahb. Kadar keimanan yang rendahc. Pergaulan bebasd. Kurang perhatian dan pengawasan dari orang tuae. Kurang adanya hukuman bagi para pelaku perzinaand. Kurang adanya penyuluhan dari Pihak KUA setempatSehingga para tokoh masyarakat memandang serta memutuskan mengenai alasan terjadinya pernikahan hamil diluar nikah yaitu :a. Wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinyab. Perkawinan dengan wanita hamil dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknyac. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahird. Saran dan solusi masyarakat agar tidak terjadi Kawin Hamil yaitu lebih mendalami agama agar menguatkan iman dari hal yang tidak diinginkan dan melakukan aktifitas yang positife. Pandangan Hukum Islam tentang Kawin Hamil menurut mazhab Syafi'I yaitu dibolehkan dan di dalam KHI pun membolehkan kawin hamil dengan laki-laki yang menghamilinya.
Penyebab terjadi pernikahan wanita hamilPernikahan wanita hamil bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk budaya, agama, tekanan sosial, atau keputusan pribadi. Beberapa alasan umum meliputi:
1. Kehamilan di luar nikah: pernikahan dilangsungkan untuk melindungi wanita yang hamil.2. Dalam beberapa budaya dan agama pernikahan dapat dianggap sebagai tanggung jawab moral ketika seorang wanita hamil di luar nikah.3. Tekanan sosial masyarakat Wanita hamil mungkin merasa terdorong untuk menikah karena tekanan dan dianggap sebagai aib sehingga masyarakat menganggap pernikahan sebagai solusi untuk situasi tersebut.4. Dengan adanya kehamilan tersebut maka akan lahir anak, maka untuk melindungi hak dan hukum.5. Beberapa pasangan mungkin memilih untuk menikah karena ingin memberikan anak mereka keluarga yang utuh dan stabil.6. Orang tua dari pasangan yang terlibat mungkin menginginkan pernikahan sebagai tanggung jawab terhadap kehamilan dan masa depan cucu mereka.Pandangan para ulama tentang pernikahan wanita hamil
Pendapat ulama terkait wanita hamil, ada 4:Pendapat yang pertama dari Madzhab Hanafiyyah masih terdapat perbedaan pendaan pendapat, diantaranya :
1. Pernikahan tetap sah , baik dengan laki-laki yang menghamili atau tidak2. Pernikahan sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang menghamili, dan tidak boleh di kumpuli kecuali sudah melahirkan3. Boleh nikah dengan orang lain asal sudah melahirkan4. Boleh nikah asal sudah melewati masa haid dan suci, dan ketika sudah menikah maka tidak boleh dikumpuli kecuali sudah melewati masa istibro'Pendapat yang kedua dari Malikiyyah, tidak sah perkawinannya kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan ini harus memenuhi syarat, yaitu harus taubat terlebih dahulu.Pendapat yang ketiga dari Imam Syafi'i lebih longgar. Bukan berarti zina itu dilegalkan. Itu adalah praduga yang salah, karena perzinaan apapun sudah terkutuk. Imam Syafi'i berkata, "Kalau satu orang mencuri buah dari satu pohon, ketika itu haram. Kemudian dia beli pohon itu, maka apakah buahnya tadi masih haram atau sudah halal ? Itu sudah halal. Tadinya haram kemudian menikah baik-baik maka menjadi halal". Tapi dia tidak terbebas dari dosa berzina dan dia tidak terbebas dari murka Tuhan. Itu tadi dari segi hukum. Dalam pandangan madzhab ini, wanita yang zina itu tidak mempunyai iddah, adapun jika melangsungkan pernikahan, maka nikahnya tetap sah.Pendapat yang keempat dari Madzhab Hanbali Ulama Hanabilah berpendapat bahwa menikahi wanita hamil tidak sah. Tidak sah nikah dan tidak boleh bergaul. Mereka mewajibkan iddah karena pada dasarnya mereka menginginkan kesucian rahim.
Tinjauan Sosiologis, religious dan yuridis pernikahan wanita hamil
Secara sosiologis, pernikahan wanita hamil dapat dilihat sebagai respons terhadap situasi yang kompleks yang melibatkan norma-norma sosial, nilai-nilai agama, dan pertimbangan praktis. Beberapa pandangan sosiologis mungkin menekankan stigma sosial yang terkait dengan kehamilan di luar nikah dan bagaimana pernikahan bisa dianggap sebagai solusi untuk mengurangi stigma tersebut.Dari perspektif religius, pernikahan wanita hamil dapat dianggap sebagai langkah yang diambil untuk menghindari dosa besar menurut ajaran agama tertentu. Agama-agama tertentu mungkin menekankan pentingnya menikah sebelum memiliki anak sebagai bagian dari kewajiban moral.Secara yuridis, pernikahan wanita hamil harus mematuhi hukum yang berlaku dalam negara tersebut. Beberapa yurisdiksi mungkin memiliki persyaratan khusus atau prosedur tambahan yang harus dipenuhi dalam kasus pernikahan wanita hamil. Hal ini bisa termasuk persyaratan dokumen, persetujuan dari pihak yang terlibat, dan lain sebagainya, sesuai dengan hukum yang berlaku.
Apa yang dilakukan oleh generasi muda dalam membangun keluarga
Generasi muda atau pasangan muda yang ingin membangun keluarga sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam perlu memulai dengan persiapan yang matang dan komprehensif. Pertama-tama, mereka harus memperkuat iman dan pemahaman agama Islam mereka, karena ini akan membentuk landasan moral dan spiritual yang kuat bagi rumah tangga mereka. Pendidikan agama yang terus-menerus sangat penting untuk memahami ajaran Islam tentang pernikahan, tanggung jawab sebagai suami atau istri, serta hak dan kewajiban dalam sebuah hubungan. Selain itu, generasi muda harus mempersiapkan diri secara mental, emosional, dan finansial sebelum memasuki kehidupan pernikahan. Ini termasuk memiliki pemahaman yang realistis tentang apa yang diperlukan untuk merawat pasangan dan anak-anak, serta kemampuan untuk menyeimbangkan tanggung jawab dalam pernikahan dengan karier dan kehidupan sosial lainnya.Selanjutnya, dalam mencari pasangan hidup, generasi muda sebaiknya mengutamakan proses taaruf yang Islami. Taaruf adalah proses saling mengenal antara calon suami dan istri dengan pengawasan dan persetujuan keluarga, tanpa melanggar batasan agama. Ini memungkinkan kedua belah pihak untuk memahami kepribadian, nilai-nilai, dan tujuan hidup masing-masing sebelum memutuskan untuk menikah. Selain itu, memilih pasangan yang memiliki komitmen kuat terhadap nilai-nilai Islam akan membantu membangun keluarga yang harmonis berdasarkan ajaran agama.Setelah menikah, pasangan muda harus mengutamakan komunikasi yang baik dan saling pengertian dalam membangun hubungan yang sehat. Mereka harus saling menghormati dan mendukung satu sama lain dalam menjalani kehidupan rumah tangga sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu, pasangan muda harus memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban mereka sesuai dengan ajaran Islam, seperti memberikan nafkah, menjaga kehormatan dan kesetiaan, serta saling merawat anak-anak dengan penuh kasih sayang. Pemenuhan hak dan kewajiban ini adalah kunci untuk menjaga kestabilan dan keharmonisan dalam keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam.Terakhir, pasangan muda harus selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas hubungan mereka dengan berpegang teguh pada nilai-nilai Islam yang mendorong keadilan, kedamaian, dan kasih sayang dalam keluarga. Hal ini meliputi praktik ibadah bersama-sama, seperti shalat dan membaca Al-Quran, serta berusaha untuk menyelesaikan konflik atau perbedaan pendapat dengan cara yang Islami dan penuh hikmah. Dengan melaksanakan langkah-langkah ini, generasi muda atau pasangan muda dapat membangun keluarga yang kokoh dan bahagia sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H