Mohon tunggu...
Lutfi Dzaky
Lutfi Dzaky Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UNNES

Saya memiliki hobi dibidang fotografi dan videografi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pers pada Masa Demokrasi Liberal 1950-1959: Antara Keberpihakan, Dinamika Multipartai, dan Peran Strategis

20 Desember 2024   18:24 Diperbarui: 20 Desember 2024   18:24 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arsip Koran (dokumen pribadi)

Pemilu 1955 adalah tonggak sejarah penting bagi Demokrasi Liberal di Indonesia. Sebagai pemilu demokratis pertama, pers memiliki peran sentral dalam proses ini. Surat kabar menjadi medium utama untuk menyampaikan visi, misi, dan program partai politik kepada masyarakat. Selain itu, pers juga menjadi alat untuk mengedukasi pemilih tentang pentingnya berpartisipasi dalam pemilu.

Harian Rakjat, misalnya, menggunakan pemberitaannya untuk memobilisasi dukungan bagi PKI, menekankan pentingnya memilih partai yang dianggap sebagai representasi rakyat kecil. Sementara itu, surat kabar lain seperti Pedoman dan Abadi mendukung partai-partai Islam seperti Masyumi dan Nahdlatul Ulama (NU). Persaingan ini menciptakan atmosfer politik yang hidup dan dinamis, tetapi juga menimbulkan ketegangan antar kelompok masyarakat.

Pers juga memainkan peran dalam mengawasi jalannya pemilu. Banyak surat kabar yang melaporkan dugaan kecurangan atau ketidakberesan dalam proses pemilu, sehingga membantu menjaga integritas demokrasi. Dengan demikian, pers tidak hanya berfungsi sebagai alat propaganda, tetapi juga sebagai pilar akuntabilitas.

Peran Pers dalam Konferensi Asia-Afrika  

Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang diadakan di Bandung pada April 1955 adalah peristiwa internasional yang sangat penting bagi Indonesia dan negara-negara berkembang. Pers Indonesia, termasuk Harian Rakjat dan Suluh Indonesia, mengambil peran aktif dalam meliput dan mempromosikan konferensi ini. Liputan pers membantu memperkuat citra Indonesia sebagai pemimpin gerakan negara-negara non-blok.

Surat kabar seperti Harian Rakjat menyoroti solidaritas negara-negara Asia dan Afrika dalam melawan kolonialisme dan imperialisme. Dengan gaya pemberitaan yang heroik, Harian Rakjat menggambarkan KAA sebagai momentum bersejarah untuk memperjuangkan kedaulatan dan keadilan global. Di sisi lain, surat kabar seperti Kompas dan Indonesia Raya memberikan fokus pada aspek diplomasi dan kerja sama ekonomi yang dihasilkan dari konferensi tersebut.

Pada masa Demokrasi Liberal, pers memainkan peran yang sangat penting dalam dinamika politik dan sosial Indonesia. Surat kabar seperti Harian Rakjat dan Suluh Indonesia mencerminkan bagaimana media menjadi alat perjuangan ideologi dan penyebaran informasi. Keberpihakan pers pada partai-partai tertentu menciptakan polarisasi, tetapi juga memperkaya diskursus politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun