Mohon tunggu...
lutfiatus sholikhah
lutfiatus sholikhah Mohon Tunggu... mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah, Mama.. Kakiku ke Mana?

30 Maret 2016   21:57 Diperbarui: 30 Maret 2016   22:30 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam ini telah lahir seorang gadis kecil yang aku dan suamiku tunggu selama 9 bulan akhirnya bisa melihat dunia,bahagia tak dapat kami simpulkan oleh apapun,nama indah telah di siapkan jauh jauh hari oleh suamiku, AYASHA LUQFA, nama gabungan antara aku dan suamiku ,luqman dan faiza.  selama proses melahirkan aku terlalu banyak pendarahan, sehingga membuat aku jatuh pingsan,  setelah beberap jam kelahiran buah hatiku aku belum juga sadarakan diri, suamiku yang terus berada di sampingku selama proses kelahiran buah hatiku sampai saat ini masih tetap berada di sampingku. 

Meski aku tak sadarkan diri sesungguhnya aku mersakan apa yang orang orang bicarakan, samar samar ku mendengar dokter bicara pada suamiku untuk tetap tegar, Ntah apa maksud dari perkataan dokter tersebut, aku tak menanggapinya serius, aku hanya berfikir bagaimana aku segera sadar dan dapat melihat buah hatiku. Lambat laun suamiku tetap ada di sampingku tak meninggalkan aku sama sekali, sesekali kudengar isakan tangis dari suami kerap kali meminta aku untuk segera bangun.

Dua jam lebih aku tertidur dan akhirnya aku kini bisa bangun, kulihat di sampingku masih ada suamiku dengan kepala menunduk dan sesekali mengusap matanya, “ ayah kenapa? Ku Tanya pada suamiku” dengan menunjukan ketegasan suamiku dalam bicara tak membuat aku berfikir yang macam macam “ ayah tidak papa ma, mama sudah baikan?” Tanya suamiku,, dengan segera aku jawab “mama sehat yah,, lo mana dede bayinya kok tidak di bawah kesini,?” bukan sekali atau dua kali suamiku mengusap matanya yang mengalirkan air mata, aku sedikit mengkerutkan dahiku dan berfikir sejenak, suamiku  menjawab “ anak kita sedang tidur ma,, jadi kita bisa lihat kalau dia sudah bangun” ,dengan ketegasan suamiku dalam berbicara yang meyakinkan aku, hilang sudah rasa curiga yang aku fikirkan sejenak, “ mama makan dulu, nanti baru bisa lihat anak kita,” aku yang tidak sabar untuk segera melihat buah hatiku, akupun menolak tawaran suamiku untuk makan dulu,” gak yah mama tidak lapar,, mama cuman pengen segera ketemu aysha, panggilan kami pada putri kami. Tidak menunggu lama suamiku membawakan aku sepiring makan, beliau berkata “ ma makan yang banyak biar cepet sembuh dan bisa melihat aysha, tak bisa aku menolak kemauan suamiku, aku pun makan dengan lahap, dan segera aku habiskan , saat suamiku menyuapi aku ku lihat wajah yang tak biasa ada dalam diri suami, seperti tak merasakan kegembiraan. “ ayah kenapa?, mama lihat dari tadi ayah seperti tidak bahagia ,” seperti orang kaget suamiku menjawab “ ayah tak apa apa ma,, ayah senang ayah gembira, sudah mama cepat habisin makanya.

Selesai sudah mulai dari makan hingga membersikan badan, aku tak sabar untuk melihat putriku, “ yah, mana dedenya? Mama pengen lihat , “ iya ma sabar bentar nanti juga suster yang anterin. Dengan mimik wajah yang sedikit takut suamiku menjwab, perasaanku mulai tak enak, dari aku belum bangun hingga sekarang suamiku selalu melihatkan karakter yang bukan dirinya.  Aku menarik suamiku untuk duduk dekat ku, dan aku pun membisikinya pas di telingan,” yah dedenya tidak papa kan ? dia sehat kan yah ?” kulihat lagi raut wajah suamiku ku tatap matanya sepertinya ia akan ngeluarkan air mata, suamiku tak menjawab apa yang aku tanyakan, dia kembali menundukan kepalanya, aku kaget,, dia memelukku dan menangis hebat tak seperti suamiku yang aku kenal, ku balas pelukan suamiku dan kutengankan beliau, ku Tanya sesaat “ ayah kenapa,?” tak ada jawaban sama sekali pada suamiku, dia terus memelukku, akupun terbawa suasana suamiku menagis , aku mulai berfikir aneh terhadap putri pertamaku, aku mencoba tak menangis, aku yakin tak akan terjadi apa apa terhadap putriku. 

Tak selang lama suamiku melepaskan pelukanya, dan berkata sambil memegang wajahku, dengan suara terbata bata beliau berkata,” mama sabar yah,, kita mendapat titipan yang sangat indah dari tuhan, kita harus menerimanya dengan ikhlas dan menjaganya, ayah yakin ini rezeki besar yang tuhan berikan pada kita, aku yang tak paham apa yang maksud suamia katakan, aku hanya menunduk kecil dan berkata , “ iya pa,, mana dedeknya, ?” aku menoleh dan melihat di pintu sudah berdiri seorang suster yang membawa bayi dan ia berjalan ke arahku dan suamiku, kembali aku berfikir sebelum bayi itu sampai di depan mataku, kata kata suamiku aku pahami sejenak, dan aku mengerti sudah apa yang suamiku utarakan padaku.

Aku terdiam, aku menangis, kupandang putri pertamaku, kuucapkan rasa bersyukur ku atas apa yang telah di berikan tuhan pada keluarga kecil ku, ku gendong putri ku, ku cium dia, dan aku bisikan di telinga putriku , “ kamu anaku yang kucinta, mama dan ayah akan senantiasa mencintai kamu, jadilah anak yang sholeh dan berbakti pada orang tua, jadilah kebanggaan kami, kamu putriku yang kucinta , jadilah dirimu sendiri anaku. Aku tak bisa bisa menahan air mata ku, suamiku pun menyadarkan aku dari tangisan ini.

Kujalani hariku, ku habiskan waktu ku hanya untuk putriku, dia mulai mengerti siapa mamanya , siapa papanya, dia juga sudah mulai berbicara ya meski tak jelas untuk di dengar orang dewasa, tidak terasa 4tahun sudah anak ku. Aku mulai berfikir macam macam, hal yang aku dan suamiku takut kan akan terjadi, tak lama hal itupun terjadi juga, sehabis aku dan suamiku sholat magrib, tak ketinggalan aysha pun juga ikuti berjmaa meski cuman dalam keadaan duduk,, setelah salam dia mencium tanganku dan suamiku, kami menasehatinya untuk jadi anak yang hebat,kuat dan kebanggaan orang tua, lama sudah aku dan suamiku berbicang  bincang, saat aku mencoba berdiri dan suamiku akan melaksanakan sholat sunah aysha menarik tangan ku dan memanggil ayahnya, segera kamipun duduk di depanya, dan menatap aysha,, tak lama kami saling bertatapan, aysha pun mengucapkan kalimat yang tak jelas dari mulutnya, kucoba terus memintanya untuk mengulangnya, mungkin aysha juga jengkel kami tak paham paham apa yang di katakana aysha, tak sabar asyha-pun membuka mukenah bagian bawah dan berkata dengan jelas, “ aki asha kemana ma, yah,, ? “ dengan nada pelatnya, sontak aku dan suamiku tak bisa menahan tangis, suara indah yang keluar dari mulut aysha menjadi beban seumur hidup aysha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun