Mohon tunggu...
Lutfia Samara Ezzedine
Lutfia Samara Ezzedine Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa di Binus Malang

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Love Bombing: Taktik Manipulatif dalam Hubungan Romantis

10 Juni 2024   13:03 Diperbarui: 10 Juni 2024   13:43 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Pernahkah kalian mendengar istilah "Love Bombing"? Fenomena yang merajalela di kalangan muda-mudi ini secara tak kasat mata nampak seperti cinta sejati. Dibalut dengan kata-kata manis dan perhatian yang berlimpah, sang korban merasa dicintai dan dihargai secara tulus oleh pelaku. Tidak menyadari bahwa dibalik semua itu terdapat niat manipulatif yang dapat merusak hubungan secara mendalam. Love bombing sendiri, adalah taktik manipulatif di mana seseorang memberi pasangannya berbagai afirmasi yang berlebihan dalam waktu singkat. Sehingga, ketika salah satu pihak terkait tiba-tiba meninggalkannya atau zaman sekarang sering disebut sebagai di "ghosting", korban akan merasa kebingungan dan kerap menanyakan apa yang salah di dalam dirinya. Di lain sisi, sang pelaku justru menikmati perasaan superiotas yang diperoleh dari keberhasilan mereka dalam memanipulasi dan mengendalikan emosi korban.

Dari kesekian ribu pasangan di dunia ini, salah satu yang menjadi ketertarikan penulis yaitu wanita kenalan penulis yang juga mengalami fenomena love bombing ini. Sebagai seorang penulis, saya tertarik menyelidiki lebih jauh tentang pengalaman yang dialami olehnya dan bagaimana love bombing ini mempengaruhi hubungan mereka.

Setelah berdiskusi dengan wanita tersebut, saya semakin menyadari betapa kompleksnya dampak psikologis dari love bombing. Wanita ini menceritakan bagaimana dia bertemu dengan pria ini, dan dari awal bertemu dia sudah menyadari betapa playboy nya pria ini. Tetapi, karena dibutakan oleh ketampanannya, serta mulutnya yang dipenuhi kata-kata manis, membuat wanita ini tetap jatuh pada taktik manipulatifnya. Tidak hanya itu, disaat mereka bertemu langsung pun, pria ini bersikap sangat perhatian dan mengenalkan banyak hal yang sama sekali belum pernah wanita ini rasakan sebelum dekat dengan pria ini. Sang pelaku sangat tahu, bahwa wanita ini sudah jatuh cinta dengannya, karena itu, dia terus-menerus memberikan kata-kata yang menggoda kepadanya agar wanita itu tetap mencintainya dan bersikap seakan-akan cemburu ketika sang wanita membahas pria lain. Dua minggu berjalan, tiba-tiba sang pria memposting wanita lain di sosial medianya. Hati wanita itu bergetar seakan-akan ingin meledak, dia tak kuasa menahan tangisnya. Sembari bertanya-tanya,u apakah hubungan ini ternyata hanya diromantisasi oleh isi kepalanya sendiri? Dia merasa dirinya tidak berharga dan bodoh karena masuk perangkap sang pelaku.

Situasi seperti ini seringkali membuat seseorang terjebak dalam perasaan bingung dan terluka. Wanita tersebut merasa dikhianati dan ditipu oleh pria yang sebelumnya memberikan begitu banyak perhatian yang ternyata dilakukannya kepada semua orang. Pengalaman ini menggambarkan betapa efek dari love bombing ini sangat signifikan bagi korbannya.

Fenomena ini dapat dikaitkan dengan teori komunikasi yang dikenalkan oleh Judee Burgoon dkk pada tahun 1970an yaitu Expectancy Violation Theory. Teori ini menyatakan bahwa menafsirkan sebuah pesan bukan hanya tentang apa yang disampaikan atau cara penyampaiannya, ketika harapan yang kita tidak terpenuhi dalam sebuah interaksi, maka kita akan memberikan perhatian lebih terhadap berbagai kejadian atau peristiwa. Teori ini sangat relevan dengan fenomena love bombing karena pelaku sering kali menyampaikan pesan-pesan yang tampak penuh kasih sayang dan perhatian melalui kata-kata manis dan usaha-usaha yang mengakibatkan korban semakin jatuh hati. Penafsiran pesan-pesan tersebut tidak sesederhana itu ditangkap oleh korban

 Pada awalnya, korban mungkin merasakan kebahagiaan yang luar biasa dan keyakinan bahwa mereka dicintai secara tulus. Namun, ketika perilaku pelaku berubah, seperti saat mereka tiba-tiba menghilang atau mulai mengendalikan dan memanipulasi, korban akan memperhatikan perubahan yang signifikan ini dengan lebih intens. Ketika harapan korban mengenai cinta dan perhatian perlahan mulai tergerus, mereka mulai melihat dengan jelas berbagai kejadian yang sebelumnya mungkin diabaikan atau dianggap sepele. Misalnya, perhatian yang awalnya terasa menyengankan kini mungkin terasa mengikat dan mengisolasi. Situasi ini menciptakan kebingungan dan penderitaan emosional bagi korban, yang merasa terperangkap dalam hubungan yang manipulatif. Teori ini membantu menjelaskan mengapa korban love bombing sering kali merasa hancur dan terkejut ketika harapan mereka tidak terpenuhi, serta mengapa mereka kemudian memberikan perhatian lebih terhadap tanda-tanda manipulasi yang terjadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun