Mohon tunggu...
Lutfiana Putri Yunanti
Lutfiana Putri Yunanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

hobinya meng halu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teka Teki Pembunuhan Marsinah

11 Desember 2023   00:28 Diperbarui: 11 Desember 2023   00:41 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                                                        News liputan6.com

Analisa Hubungan Kasus Marsinah

Terhadap pelanggaran Sila Pancasila Ke-2 Dan 5

PENDAHULUAN

 Pancasila adalah dasar ideologi negara Indonesia dan terdiri dari 5 prinsip atau perintah. Kata Pancasila berasal dari Bahasa sansekerta, dimana panca yang berati lima dan sila berarti asas. Pancasila secara resmi diadopsi sebagai dasar negara dalam pembukaan UUD 45.

Pancasila adalah pedoman moral dan prinsip inti yang menjadi dasar bangunan dan pemerintahan negara Indonesia. Demokrasi melahirkan kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, melaksanakan demokrasi dengan memberdayakan rakyat untuk mengambil keputusan dan memilih pemimpin melalui mekanisme permusyawaratan dan perwakilan.

Kebijakan ini menekankan pentingnya partisipasi aktif Masyarakat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan negara.

 Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kebijakan ini menekankan pentingnya mengatasi ketimpangan sosial, memperjuangkan kebaikan Bersama dan memberikan kesempatan yang adil bagi seluruh warga negara.

Manusia dilahirkan dengan hak kodrati atau yang biasa disebut dengan HAM [Hak asasi manusia]. Pengertian hak asasi manusia dalam Undang-undang nomor 39 tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia  ciptaan Tuhan yang maha esa dan karunianya, yang diberikan dengan alasan yang terhormat oleh negara, hukum,  Pemerintah  dan setiap  orang.  harus  dihormati,  dihargai  dan dilindungi dan dilindungi. Martabat Manusia (UU No. 39 Tahun 1999,1999).Hak  Asasi  Manusia  (HAM)  adalah  hak  asasi  manusia  yang  melekat sebagai  anugerah  Tuhan  Yang  Maha  Esa  kepada  manusia  yang  harus dihormati dan dilindungi.

 2.   TENTANG MARSINAH

 Marsinah  adalah partner di  PT  Catur  Putra  Surya  (CPS),  pabrik  jam tangan  di  Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Semasa hidupnya Marsinah dikenal  aktif  mengkampanyekan  hak-hak  buruh.  Perjuangan  Marsinah harus berakhir setelah ia diculik, disiksa, diperkosa, dan dibunuh pada 8 Mei 1993.Marsinah lahir pada 10 April 1969 di Nglund, Nganjuki, Jawa Timur. 

Ia adalah  anak  kedua  dari  tiga  bersaudara  yang  semuanya  perempuan. Nama   saudara   perempuannya   adalah   Marsini   dan   nama saudara perempuannya  adalah  Wijiati.  Ayah  Marsinah  adalah  Astin  dan  ibu adalah  Sumini.  Keluarganya  tinggal  di  Desa  Nglundo,  Kecamatan Sukomoro,  Kabupaten  Nganjuk.  Saat  Marsinah  berusia  tiga  tahun, ibunya meninggal.

Setelah  itu,  ayahnya  menikah  lagi.  Marsinah  kemudian  diasuh  oleh neneknya, Paerah, yang tinggal bersama paman dan bibinya. Sejak kecil, Marsinah terbiasa bekerja keras. Sepulang sekolah dia selalu membantu neneknya menjual gabah dan jagung. Guru dan teman-teman di Sekolah Dasar (SD) tempat Marsinah belajar mengatakan dia adalah gadis cerdas yang gemar membaca dan selalu ingin tahu tentang sains.

Setelah lulus SD,  Marsinah  melanjutkan  sekolahnya  di  SMP  Negeri  5  Nganjuk. Setelah    lulus    SMA    pada    tahun    1982,    Marsinah    melanjutkan pendidikannya  di  SMA  Muhammadiyah  dengan  bantuan  biaya  dari pamannya.  Marsinah  ingin  sekolah  hukum.  Namun  karena  terkendala biaya, keinginan Marsinah untuk melanjutkan studi batal.

Marsinah kemudian memutuskan untuk pindah ke Surabaya pada tahun 1989  dan  bergabung  di  rumah  saudara  perempuannya yang  sudah menikah, Marsin. Marsinah juga bekerja di pabrik plastik milik SKW di Kawasan  Industri  Rungkut,  namun  gajinya hampir  tidak  mencukupi, sehingga   Marsinah   harus   mencari   penghasilan   tambahan   dengan menjual  nasi  bungkus.  Marsinah  juga  pernah  bekerja  di  perusahaan pengemasan sebelum kemudian pindah ke Sidoarjo pada tahun 1990 dan bekerja di PT CPS. 

Selama bekerja di PT CPS, Marsinah dikenal sebagai penyanyi dan selalu memperjuangkan nasib rekan-rekannya. Marsinah adalah  aktivis  di  unit  kerja  PT  CPS  Serikat  Pekerja  Seluruh  Indonesia (SPSI).

Pada awal tahun 1993, pemerintah mengimbau para pengusaha di Jawa Timur  untuk  menaikkan  upah  pokok  pekerjanya  sebesar  20  persen. Namun,  para  pedagang,  termasuk PT  CPS,  tempat  Marsinah  bekerja, tidak   serta   merta   menerima   imbauan   tersebut.   Hal   ini   kemudian menimbulkan  protes  dari  para  pekerja  yang  menuntut  kenaikan  gaji. Pada  2  Mei  1993,  Marsinah  menghadiri  rapat  perencanaan  protes  di Tanggulangin, Sidoarjo. Pada tanggal 3 Mei 1993, para buruh melarang rekan-rekan mereka untuk mogok kerja.

 Namun,  Komando  Distrik  Militer  (Koramil)  setempat  langsung  turun tangan mencegah personel PT CPS beroperasi. Para pekerja melakukan pemogokan keesokan harinya dan mengajukan 12 tuntutan kepada PT CPS.  Salah  satu  tuntutan  buruh  adalah  kenaikan  gaji  pokok  dari  Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250 per hari. Selain itu, mereka membayar tunjangan harian sebesar 550 rupee, yang dapat ditarik saat pekerja tidak masuk  kerja.  Marsinah  juga  merupakan  salah  satu  dari  15  perwakilan karyawan  yang  bernegosiasi  dengan  perusahaan.  Ia  terlibat  dalam perundingan  hingga  5  Mei  1993.  Sore  hari  5  Mei  1993,  13  pegawai dibawa  ke  Kodim  Sidoarjo,  yang  diduga  menghasut  rekannya  untuk protes.  Mereka  kemudian  dipaksa  mengundurkan  diri  dari  PT  CPS setelah  dituduh  melakukan  pertemuan  rahasia  dan  mencegah  pekerja lain    melakukan    pekerjaannya.  

Saat    itu,    Marsinah    dikabarkan mendatangi   Kodim   Sidoarjo   untuk   menanyakan   keberadaan   13 rekannya yang sebelumnya dia bawa ke sana. Namun, sekitar pukul 10 malam. pada 5 Mei 1993, Marsinah menghilang. Keberadaan Marsinah tidak diketahui hingga jasadnya ditemukan di Nganjuk pada 9 Mei 1993 dalam   keadaan   mengenaskan.   Berdasarkan   hasil   otopsi,   diketahui Marsinah  meninggal  sehari  sebelum  jenazah  ditemukan,  8  Mei  1993. Penyebab  kematian  Marsinah  adalah  penganiayaan  berat.  Selain  itu, Marsinah juga diketahui pernah diperkosa. Kasus pembunuhan Marsinah memicu reaksi keras dari masyarakat dan aktivis   hak   asasi   manusia. 

 Aktivis   kemudian   membentuk   Komite Solidaritas  Marsinah  (KSUM)  dan  menuntut  pemerintah  menyelidiki dan membawa mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan itu ke pengadilan.   Presiden   Soeharto   menuntut   pengusutan   tuntas   kasus Marsinah.  Suharto  juga  menegaskan,  kasus  pembunuhanMarsinah tidak    boleh    disembunyikan    dan    mengimbau    masyarakat    untuk menyerahkan kasus tersebut kepada pihak berwajib. Dulu, alat itu justru menimbulkan   korban   jiwa   dalam   kasus   pembunuhan   Marsinah. 

Sebelum   pidato   Soeharto   pada   30   September   1993,   pemerintah membentuk  Tim  Terpadu  Bakorstanasda  Jatim  untuk  mengusut  kasus Marsinah. Delapan petinggi PT CPS kemudian ditangkap secara rahasia dan  tanpa  prosedur  formal.  Salah  satu  yang  ditangkap  adalah  manajer sumber  daya  manusia  PT  CPS  Mutiari,  yang  saat  itu  sedang  hamil. Selain  itu,  pemilik PT  CPS,  Yudi  Susanto,  ditangkap dan diinterogasi. Mereka yang ditahan disebut-sebut mengalami siksaan fisik dan mental yang  berat,  dan  diminta  untuk  mengaku  bersekongkol  menculik  dan membunuh Marsinah.

Selama proses penyelidikan dan penyidikan, Tim Terpadu  menangkap  dan  menginterogasi  sepuluh  orang  yang  diduga terlibat    dalam    pembunuhan    Marsinah.    Dari    hasil    pemeriksaan terungkap  Suprapto,  karyawan  Departemen  Pengendalian  PT  CPS, membawa Marsinah dengan sepeda motornya di dekat kediaman aktivis serikat pekerja. Marsinah kemudian dikabarkan dibawa ke rumah Yudi Susanto  di  Jalan  Puspita,  Surabaya.  Setelah  tiga  hari  ditahan,  penjaga PT CPS Suwono membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS Yudi Susanto kemudian  divonis  17  tahun  penjara.  

Pada  saat  yang  sama,  beberapa karyawan  PT  CPS  dijatuhi  hukuman  penjara  antara  empat  hingga  12 tahun.  Namun  saat  itu,  Yudi  Susanto  dengan  tegas  menyatakan  tidak terlibat dalam pembunuhan Marsinah dan hanya sebagai kaki tangan.Yudi  Susanto  kemudian mengajukan kasasi  ke  Mahkamah Agung  dan dinyatakan  bebas.  Karyawan  PT-CPS  yang  divonis  juga  mengajukan kasasi  sampai  dibebaskan  dari  segala  dakwaan  atau  oleh  Mahkamah Agung. Keputusan Mahkamah Agung ini pasti akan memicu kontroversi dan  ketidaksenangan  publik.  

Para  aktivis  terus  menuntut  agar  kasus pembunuhan  Marsinah  diusut  tuntas  dan  dugaan  keterlibatan  militer diungkap. Hingga saat ini, Marsinah dikenang sebagai pahlawan buruh. Marsinah   juga   dianugerahi   Penghargaan   Yap   Thiam  Hien.   Kisah Marsinah  juga  telah  diadaptasi  ke  dalam  berbagai  sastra  dan  seni pertunjukan.Dia    melanjutkan,    penyelesaian    penyelidikan    Marsinah    hanya membutuhkan  itikad  baik  dari  Presiden.  Presiden  menegaskan,  Indah bisa  menginstruksikan  jajarannya  untuk  mengusut  pelanggaran  HAM.

Dalam kasus Marsinah -seorang pekerja yang ditemukan tewas di hutan Wilangan   di   Nganjuk,   Jawa   Timur -sebuah   koalisi   perempuan melakukan demonstrasi di depan istana pada Selasa, 8 Mei. Deklarasi  Universal  Hak  Asasi  Manusia  tahun  1948  menekankan  tigahal yang sangat penting untukmenjamin kebebasanberekspresi: bahwa kebebasan  berpendapat  dan  berekspresi  adalah  milik  semua manusia tanpa  pengecualian;  bahwa  semua  orang  memiliki  hak  untukmencari, menerima,  dan  memberikan  informasi  dan  gagasan;  dan  bahwa  arus informasi dan gagasaninformasi dan gagasan tidak boleh dibatasi oleh batas-batas  (nasional)(DUHAM,  Pasal  19).  Sebagai  prinsip  umum, negara    harus    memastikan    bahwaperundang-undangan    nasional mendukung dan menjamin kebebasan berekspresi.

Perumusan    dan    implementasi    legislasi    nasional    adalah selalu diinformasikan oleh moralitas politik yang berlaku, yang pada gilirannyayang  pada  gilirannya  mencerminkan  tradisi  budaya.  Oleh  karena  itu, perlu untuk melihat lebih jauh dari sekedar kesesuaian legislasi nasional Indonesia denganstandar-standar hak asasi manusia internasional. Hal ini  dapat  dilakukan  dengan  mengeksplorasibagaimana  tradisi  budaya lokal beresonansi dengan prinsip-prinsip ini. Banyak dariliteratur "nilai-nilai Asia" berfokus pada bagaimana tradisi agama telahtelah digunakan untuk  menolak  kebebasan  berekspresi.  Akan  tetapi,  sama  mudahnya,untuk merinci fitur-fitur dalam budaya Indonesia yang mendukung sikap positif terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia internasional.Sejumlah  ahli  etnografi  telah  menganalisis  mekanisme  penyelesaian sengketa  lokalmekanisme  penyelesaian  sengketa  lokal  di  masyarakat Indonesia.

Menurut penelitian merek,,mekanisme ini menekankan hak semua individu yang terlibat untukdidengar oleh pertemuan masyarakat yang  berwenang  untuk  memutuskan  sengketa(Acciaioli  2002;  Keeler 1990; Tsing 1990; Avonius 2004).Semua orang yang terlibat juga harus bertanggung jawab -dan dihukum jikaterbukti bersalah. Seperti yang dinyatakan Tsing (1990: 105) dalam uraiannya  tentangPenyelesaian  sengketa  Meratus,  "siapa  saja  boleh  hadir, siapa saja boleh berbicara."Secara umum, pertemuan masyarakat dan  mekanisme  penyelesaian  sengketa  seperti  itu  tampaknya  selaras dengan prinsip globalkebebasan berekspresi.Kita   dapat   menggambarkan   pertemuan-pertemuan   masyarakat   ini sebagai forumdi mana moralitas politik lokal dibangun dan dipelihara dalamkomunikasi  tatap  muka  di  antara  anggota  masyarakat.  

Banyak darimekanisme penyelesaian sengketa lokal ini menjadi kurang penting sejak  masa  penjajahan  Belanda  dan  khususnya  di  bawahOrde  Baru (1965-1998) yang bertujuan untuk membangun sistem peradilan nasional yang  terpadu.  Pertemuan-pertemuan  di  antara  anggota  masyarakatdigantikan oleh pengadilan di mana hakim-hakim profesional membuat keputusan   berdasarkankeputusan   berdasarkan   buku-buku   hukum. Namun   demikian,   pertemuan   masyarakat   terus   digunakan   untuk menyelesaikan   perselisihan   yang   lebih   kecil;   pada   kenyataannya, Desentralisasi  kekuasaan  sejak  tahun 1998  telah  mendorong  revitalisasi  mekanisme  penyelesaian  sengketa lokal di banyak daerah.

KESIMPULAN

Kasus marsinah adalah salah satu contoh nyata pelanggaran HAM berat. Hak marsinah untuk hidup, kebebasan dari perlakuan tidak manusiawi dilanggar secara brutal. Kejadian ini menunjukan bahwa sila ke 2 pancasila yang menurutnya setiap orang berak dilanggar.


Ketidakadilan dalam sistem peradilan, kasus Marsinah juga mengungkap ketidakadilan dalam sistem peradilan. Terlepas dari bukti kuat dan pengakuan tersangka, korban tidak mendapatkan keadilan di persidangan. Hal ini menggarisbawahi perlunya reformasi sistem hukum untuk memastikan bahwa setiap pelanggaran hak asasi manusia ditangani secara adil dan menyeluruh, karena hal ini tampaknya bertentangan dengan sila kelima Pancasila, yang menyatakan bahwa keadilan sosial berlaku untuk seluruh rakyat Indonesia. 

Ketimpangan Sosial dan Perlindungan Buruh: Kasus Marsinah mencerminkan ketimpangan sosial yang masih terjadi dalam perlindungan hak-hak buruh di Indonesia. Kondisi buruh yang genting dan perlakuan yang tidak adil menunjukkan bahwa perlindungan hukum, hak dan kesejahteraan buruh harus ditingkatkan. Kasus Marsinah juga menggambarkan pentingnya berjuang dan membela keadilan. Solidaritas dan perjuangan berbagai pihak turut menciptakan ruang diskusi HAM dan mendorong perubahan yang lebih baik dalam perlindungan HAM di Indonesia. Kasus Marsinah menjadi pengingat penting bahwa diperlukan upaya berkelanjutan untuk keadilan, perlindungan hak asasi manusia dan peningkatan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja. Diharapkan dengan mempertimbangkan kasus-kasus tersebut, langkah-langkah konkrit dapat diambil untuk mencegah pelanggaran HAM di masa mendatang dan memberikan keadilan bagi para korban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun