Ampelgading adalah salah satu kecamatan yang terletak di ujung tenggara Kabupaten Malang dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Lumajang. Nama besar kecamatan ini telah dikenal sejak jaman Pemerintah Kolonial Belanda sebagai salah satu penghasil kopi terbesar di Afdeeling Malang.Â
Hal ini tidak mengherankan karena kondisi alam, karakteristik tanah, dan banyaknya sumber air menjadi pendukung keberhasilan tersebut. Bahkan demi eksploitasi yang maksimal, pemerintah Belanda menyempatkan diri untuk memetakan secara detail wilayah ini termasuk sumber-sumber air yang bisa dimanfaatkan (terdapat bukti peta Ampelgading tahun 1921 di Arsip Nasional Indonesia).
Namun sayangnya kejayaan ini tidak berlangsung lama, pasca Depresi Besar yang disusul dengan kedatangan Jepang dan perjuangan kemerdekaan menyebabkan perkebunan di wilayah ini dibumi hanguskan sebagai bentuk kemarahan rakyat sipil. Perkebunan kopi besar di wilayah ini hanya tinggal riwayat, apalagi di masa Orde Lama dan Orde Baru tidak pernah di revitalisasi dan cenderung diabaikan.Â
Masalah pelik ini semakin rumit ketika disandingkan dengan konflik agraria yang tak kunjung usai. Minimnya pembangunan dan infrastruktur yang kurang memadai semakin mengisolir wilayah ini, di tahun 1980-an sampai sekitar tahun 2000 wilayah ini dikenal sebagai kantong pekerja migran di Kabupaten Malang. Tidak terlihat sama sekali geliat tumbuhnya potensi yang telah tersedia dan pernah berjaya.
Kondisi menyedihkan tersebut mulai memudar seiring dengan perbaikan infrastruktur seperti pembangunan Jembatan Kali Manjing, perluasan dan pengaspalan jalan, serta jalur transportasi lintas kabupaten menuju Lumajang. Perlahan-lahan wilayah ini dikenal kembali meskipun bukan karena kopi, tetapi karena tambang pasirnya.Â
Namun, dengan bantuan media sosial dan teknologi informasi serta tumbuhnya geliat wisata alam membuat daerah ini dicari oleh masyarakat, salah satu ikon wisata yang banyak dituju adalah air terjun Tumpak Sewu, bahkan sampai mengundang wisatawan mancanegara untuk datang. Sejak saat itu bermunculanlah destinasi wisata alam lain di daerah ini seperti Coban Ciblungan, Coban Srengenge, dll.
Aset desa berupa sumber mata air ternyata mampu meningkatkan geliat ekonomi diberbagai daerah. Hal ini didukung oleh pengelolaan aset desa yang baik dan dana desa yang dikucurkan oleh perintah pusat. Best practices pengelolaan ini dapat dilihat di Desa Ponggok (Klaten), Desa Karasuko (Malang), dan desa-desa lainnya. Keberhasilan ini seharusnya dapat diadaptasi oleh masyarakat di Kecamatan Ampelgading yang memiliki potensi tersebut. Â
Melihat potensi alam yang merupakan bagian dari aset desa di Kecamatan Ampelgading menggunggah Tim Pengabdian Universitas Negeri Malang yang diketuai oleh Kepala Pusat Sosial, Humaniora, dan Pariwisata (PSP) LP2M yaitu Dr. Joko Sayono, M.Pd., M.Hum untuk melakukan sosialisasi tentang pemanfaatan aset desa melalui pengenalan model manajemen aset desa.Â
Sebagai langkah awal, kerjasama ini baru dilakukan dengan Desa Sidorenggo (Desa Tumpak Sewu berada). Koordinasi awal dilakukan dengan perwakilan kepala desa yaitu Bapak Miskari selaku Sekretaris Desa. Langkah kecil ini diharapkan mampu membuka peluang optimalisasi aset desa untuk pemberdayaan ekonomi lokal sebagai penunjang potensi wisata daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H