Mohon tunggu...
Lutfi Syahda Kurnia
Lutfi Syahda Kurnia Mohon Tunggu... Mahasiswa - PMM UMM Gelombang 1 Kelompok 22

Lutfi Syahda Kurnia 202110230311140

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahasa Self Diagnose di Kalangan Mahasiswa, Bahaya Gak, Sih?

30 September 2021   07:29 Diperbarui: 30 September 2021   07:37 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Stres adalah keadaan yang sering ditemui dan merupakan makanan sehari-hari. Banyak orang yang merasakannya. Mahasiswa contohnya, sudah tidak asing lagi bagi kita bahwa banyak sekali mahasiswa yang mengeluh stres karena tugas, skirpsi, konflik antar teman, maupun pacar. 

Mereka harus memikirkan secara dewasa dan bijak demi mendapatkan gelarnya. Perjuangan demi perjuangan harus mereka hadapi. Umumnya di Indonesia usia mahasiswa antara 18-24 tahun. Di usia ini mereka memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Apalagi para generasi milenial yang kehidupannya sudah berdampingan dengan internet dan teknologi yang canggih. Apapun yang ingin mereka ketahui bisa dengan mudah di cari.

Misalnya saat mereka terlalu banyak menerima tugas dari dosen atau saatnya mengerjakan skripsi, disitulah otak akan berfikir keras. Jadi sangatlah mudah untuk mereka mengalami yang namanya stres, depresi, mental healtnya terganggu. Tidak sedikit mahasiswa yang melakukan self diagnose. Hal ini sangat tidak disarankan karena dapat menimbulkan banyak dampak negatif.

Hanya dengan membuka situs kesehatan yang di sediakan oleh google mereka bisa mencari tau apa yang sedang di alami, banyak sekali gejala-gejala yang akan mereka baca. Dari situlah mereka akan melakukan self diagnose, bahayanya saat kita melakukan self diagnose adalah menjadi kepikiran apa yang sebenarnya terjadi pada mental kita yang berakibat pada kesalahan dignosis, penyakit yang sebenarnya terjadi malah tidak terdeteksi, mereka akan panik karena mengetahui apa yang di derita, kondisi akan semakin parah karena beban pikiran bertambah.

Yang harus kita lakukan adalah memeriksakan diri ke psikiater atau ke psikolog agar tidak terjadi kesalah pahaman tentang mental illness. Jika kita pergi ke psikolog maka kita akan di beri penjelasan dan di bantu untuk menyelesaikan masalah tidak hanya itu psikolog akan menjaga rahasia apapun yang kita ceritakan tidak akan terbongkar ke orang lain, curhatkan semua pada psikolog atau psikiater. 

Mungkin dengan cara ini kita bisa merasa lebih tenang dan beban yang kita hadapi akan berkurang. Tidak usah merasa malu atau sungkan saat bercerita dengan psikiater atau psikolog jujur saja apapun masalah yang kita hadapi, mereka akan memberi saran dan sebisa mungkin membantu menyelesaikan masalah kita. Lebih baik lagi jika kita rutin berkonsultasi dengan psikiater.

Kita sebgai mahasiswa terpelajar harus bijak dalam menghadapi hal seperti ini. Saat kita merasa mental kita terganggu atau sedang banyak pikiran, segeralah mengambil tindakan yang benar. Segera mencari teman cerita atau melakukan refreshing. Jangan sampai kita melakukan self diagnose dan salah melakukan pelampiasan stres kita, karena kesehatan mental kita merupakan salah satu yang terpenting.

Berikut beberapa tips yang bisa kalian lakukan saat merasa stress

1. Beribadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Beribadah bisa membuat kita ingat kepada tuhan. Memberi ketenangan, meredakan kecemasan.

2. Bercerita kepada seseorang yang dipercaya

3. Selalu berfikir positif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun