Media seakan - akan dalam kendali partai politik, media di era modern ini seakan - akan sudah dijadikan jembatan politik. Media menjadi alat propaganda bagi para penguasa politik sebagai wadah membentuk citra mereka sendiri. Di tahun pesta demokrasi ini para penguasa politik menyadari akan pentingnya media, menjadikan media sebagai tempat para partai politik untuk membangun citra kandidatnya masing - masing.
Meskipun para media memiliki ideologi dan kepentingannya masing -- masing, akan menjadi masalah jika ideologi dan kepentingan ini bertentangan dengan fungsi media sebagai kontrol sosial. Di Indonesia menjadi salah satu negara yang beberapa medianya sudah bekerja sama bahkan pemilik media tersebut merupakan salah satu tokoh yang terjun dalam dunia politik.
Media ataupun jurnalis menjadi kelompok yang lemah ketika berhadapan dengan pemilik medianya, hal ini dapat menyebabkan tidak berjalannya profesionalisme dan independen dari media itu sendiri. kehadiran media sangat penting untuk memastikan demokrasi berjalan sesuai dengan tujuannya, Namun dengan adanya tokoh politik sebagai salah satu pemilik media tersebut menjadikan sejumlah media menunjukkan keberpihakan dalam pemberitaan yang mereka sajikan.
Taktik framing ini mereka lakukan dalam pemberitaanya. Seperti fokus media tersebut dalam seberapa sering media membingkai berita tokoh politik yang terlibat dalam pemilihan. McLuhan mengatakan "perang panas di masa lalu menggunakan senjata untuk menjatuhkan musuh namun sekarang persuasi elektrik melalui foto, film ataupun tv bekerja sebagai penggantinya dalam menanamkan citra baru kepada manusia." Di mana hal ini pun terjadi dalam dunia politik menjadikan informasi sebagai senjata yang dapat berdampak, salah satunya propaganda.
Propaganda dilakukan untuk mempengaruhi opini, sikap dan perilaku publik. Dengan propaganda yang tidak benar atau menyesatkan dapat merusak reputasi seseorang atau kelompok, serta memicu konflik sosial. Maka dari itu pentingnya sebuah media dalam netralisasi, karena media merupakan fungsi kontrol sosial yang dapat mengatur perilaku, opini dan mencegah penyimpangan sosial pada masyarakat.
Seperti yang dikatakan mantan Presiden Indonesia Jusuf Babibie bahwa dominasi pemberitaan oleh jaringan media massa yang terjadi, secara sistematik membatasi ruang gerak dari media massa itu sendiri dan berlawanan dengan konsep kebebasan pers. Habibie juga berpendapat bahwa merevisi merupakan salah satu upaya membebaskan pers dari pengaruh kepentingan politik. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa media yang terafiliasi dengan partai politik seperti, NasDem dengan Media Group, Perindo dengan MNC Group, Demokrat dengan Koran Tempo dan lain sebagainya.
Beberapa media ini harus memperhatikan Peran dan kebebasan pers adalah milik semua warga bukan hanya milik wartawan, ataupun pengelola media saja. Maka dari itu masyarakat harus membantu menyeimbangkan pemberitaan itu sendiri, agar media televisi tetap netral dan berimbang dengan pemberitaannya. Walaupun pada akhirnya para konglomerat media ini akan mempertimbangkan rating dan loyalitas pelanggan yang akan terkena dampaknya, akibat dari tujuan semata untuk melancarkan misi politiknya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI