[caption caption="mengubah polisi menjadi pengacara sekolah"][/caption]Pada saat ini masih banyak terjadi di sekolah sekolah kesalah pahaman atau presepsi bahwa peranan seorang guru bimbingan atau konselar di anggap sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan menegakkan kedisiplinan tata tertib disekolah. Murid-murid banyak beranggapan “Barang siapa siswa-siswi yang berurusan dengan konselor ialah anak anak yang melanggar aturan tata tertib sekolah”. Hal ini disebabkan pihak sekolah sering kali menyerahkan sepenuhnya masalah pelanggaran peraturan sekolah kepada guru bimbingan, banyak pula guru imbingan di wewenang sebagai eksekutor sisiwa siswa yang bermasalah, menggusut perkelahian atau pencurian.
Ketika sudah demikian presepsi siswa adalah “POLISI SEKOLAH” wajar bahwa siswa tidak mau datang pada konselor atau guru bimbingan karena dianggap bahwa setiap orang yang masuk ruangan bimbingan dia adalah orang yang melakukan kesalahan, seorang yang tersangka tertangkap polisi. Padahal anggapan untuk seorang konselor harus nya sebaliknya, yakni seorang konselor berperan dan dianggap sebagai “PENGACARA” yang bertindak sebagai sahabat kepercayaan, tempat mencurahkan isi hati dan fikiran. Konselor adalah kawan pengiring, petujuk jalan, pemberi informasi, pembanggun kekuatan, pemberi semangat positif. Sehingga siapapun yang datang pada konselor atau bimbingan konseling akan memperolaeh suasana yang nyaman, sejuk dan memberi harapan.
Akan tetapi konselor juga tidak serta bisa membela atau melindungi siswa yang memang jelas jelas melakukan sebuah pelanggaran atau kesalahan, konselor hanya boleh menjadi jaminan baginya. Sswa yang salah, tetaplah bersalah. Dan hukuman pun tetap ada tetapi hukuman boleh saja tidaj diberikan tergantung pada besar kecilnya kesalahan yang telah di perbuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H