Seseorang di dalam kepalaku yang bukan aku kembali membuat aku dalam huru-hara, kehidupan yang begitu sulit. Ini masih bulan Januari apakah aku harus mati di pekuburan sepi.Â
Pada suatu pagi di bulan Januari, dimulai hari ketiga tidak tahu sampai hari ke berapa atau bulan ke berapa ini akan terus berlanjut. Ini bukan sepenggal cerita tapi ini kisah yang berulang, sudah lebih dari empat dasawarsa tapi lagi-lagi kalah, lagi-lagi hancur. Sungguh menyesakkan.Â
Ada jarak yang tak tersebrangi, pandangan dan ucapan sungguh memberikan luka dan benci. Bukan aku yang memilih tapi aku yang terluka. Terpuruk, apakah hingga momen penting di bulan Januari ini tepatnya pada hari ke dua puluh dua tidak akan ada cinta yang diingat.
Kenapa tidak kalah dan mengalah untuk menang tapi malah sibuk meributkan hal yang tidak perlu diributkan, bukankah dari awal sudah tahu tidak akan pernah bisa memaksa orang untuk berubah kecuali diri sendiri dulu lebih dulu berubah.Â
Dalam cerita hidup juga tidak harus selalu menjadi tokoh utama bukan, hei seseorang yang ada di dalam kepalaku yang bukan aku tolong kalian mengalah untuk kebaikan bersama. Bukan hanya kamu yang lelah tapi aku juga. Di mana janjimu yang mengatakan untuk berubah dan mengalah untuk kebaikan, Â itu hanya omong kosong kah?Â
Apakah setelah memang benar-benar ada kematian yang terjadi, kamu baru benar-benar mau berubah, dan menyesali setiap apa yang kamu lakukan dan ucapkan.Â
Namun sungguh aku berharap, selepas hari ini minggu pertama di bulan pertama ada kebaikan yang terjadi untuk seseorang yang ada di dalam kepalaku yang bukan aku. Sehingga pada suatu pagi di bulan Januari di hari yang entah ke berapa aku akan melihat dan mendengar kebaikan-kebaikan itu nyata. Dan ada cinta yang kembali hadir dan aku akan merayakan kata-kata indah di dalam puisiku.Â
***
Rantauprapat, 05 Januari 2025