Merasa seperti cangkang kosong dan KO, membiarkan diri berada di tempat gelap dan terlarang. Sentuhan sentuhan liar, mabuk oleh anggur manis. Menjebak diri pada perpisahan yang menyakitkan.
Apakah seperti anjing peliharaan. Dilepaskan ketika tugas selesai dan tidak dibutuhkan, barangkali juga seperti rubah yang tidak boleh cemburu. Kala panggilan dan pesan tidak direspon, tidak boleh menuntut sama sekali. Karena tidak akan merdeka bahkan tidak akan pernah. Juga tidak akan pernah mendapat jawaban ketika bertanya apakah menjadi pengganggu?
Pada Jumat suatu sore, pukul 17 lebih WIB, pada tanggal tiga puluh bulan kedelapan, di panas cuaca yang tak bersahabat, kejadian yang berulang kembali terasa menggoda, jika diteruskan akan membawa pada jurang kehancuran. Seperti kemewahan yang terlarang. Hanya tersimpan dalam kepala dan kornea telanjang, tanpa perlu untuk dibukakan pada khalayak ramai.
Ada daya pikat yang sulit untuk dielakan, jatuh dan mabuk oleh anggur manis. Ini bukan cinta, ini seperti bom yang mematikan. Tanpa menunggu waktu bisa meledak, karena terkena anggur yang memabukkan seperti jerat yang tidak tahu kapan akan lepas dan berhenti.
Terkena anggur yang memabukkan. Serasa di pojokkan, ingin lari. Malah menambah luka, tapi terkadang menikmati luka itu. Berada di hutan yang berbahaya, demikian jika ada di persimpangan dan selalu tergoda oleh dosa yang menggoda. Terluka dan dilukai apakah lantas harus membalas kembali. Bodohnya, membalas kembali dengan melukai diri, tersesat di hutan yang berbahaya.Â
Sebenarnya, duka dan luka tidak seberapa, tapi sangat terlalu berisik namun tergoda oleh anggur yang memabukkan.
***
Rantauprapat, 31 Agustus 2024Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H