Senin, bulan Desember tanggal dua puluh lima. Hari yang penuh syukur namun hari itu juga adalah hari kematian.
Jiwa-jiwa sepi masih merajalela. Kebisingan-kebisingan saling membunuh, tegar tengkuk tidak ada mengalah. Ini adalah sunyi bulan Desember. Seharusnya tidak seperti ini, ingin rasanya memusnahkan keadaan ini. Tapi apa daya, lihat saja bagaimana akhirnya. Karena hitungan hari tahun akan berganti, akan tetap seperti ini atau lebih parah.
Senin tanggal dua puluh lima, adalah kenakalan besar yang menjadi hujan badai. Well, ini adalah jam kehidupan yang benar-benar terjadi
Sungguh tak mampu, kalaupun berkeluh kesah kepada siapa? Sepi bulan Desember telah membunuh bnyanyak hati. Luka hati semakin merusak kesehatan hati, untuk apa dipertahankan! Lebih baik disingkirkan ke entah.
Wah, getir sekali sunyi bulan Desember kali ini. Tidakkah ada kesadaran! Janji-janji yang menyakinkan dan pernah terucap tak lagi diingat hanya demi ego, ini sunyi bulan Desember yang lebih gagu, beku, dan menyakitkan dari Desember yang lalu.Â
Masih ada Tuhan pemilik segalanya yang akan memulihkan hati yang terluka, semoga ingat itu.
25.12.23// Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H