Saat ini. Ia ingin lenyap seperti bayangan, hilang seketika. Ada tapi tak ada, sehat tapi sakit. Harus memedulikan air mata yang lain namun air matanya tak akan pernah ada yang peduli.
Hari ketujuh bulan pertama, tanda-tanda perusuh menghampiri. Tak ada cinta, tak ada yang dapat dimiliki. Mau tak mau berpura-pura tersenyum walau pedih perih sebenarnya. Untuk tidak menjadi cemoohan.
Ia kesepian, hari-hari yang membosankan. Gagal menghambarkan diri pada jerat dosa. Tak dapat membaca malam ini, bak mentari yang meredup. Lenyap seperti bayangan.
Andai ada kesempatan lain untuk ia, namun hidup bukan tentang andai tapi realita. Dan ini bukan tentang apa yang ia mau. Tak boleh memilih karena ia tak pernah terpilih. Fana. Ketidakadilan hidup sedang bermain-main, menertawakan segala tentang ia. Keras, menyakitkan. Tak boleh mengeluarkan suara, dalam diam ia menahan tangisannya.
Mencoba dan harus berhasil menetramkan rasa berduka yang ia alami hari ini. Sangat sulit, ia harus menjadi tenang teduh untuk bisa menguasai diri. Tidak menjadi duri apa lagi badai bagi dirinya sendiri.
***
Rantauprapat, 07 Januari 2023
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H