Pada hari yang kedua puluh lima bulan kesebelas tahun itu, kaucampakkan perempuan itu ke air yang dalam, seperti batu ke air yang dahsyat.
Ternyata kamu datang sebagai tamu yang memberi rasa sakit. Tenaga perempuan itu seketika menghilang, bahkan untuk bernafas terengah-engah. Patah hati terperangkap dalam jiwa perempuan itu, ternyata tidak sesederhana mengenai kamu. Ada rasa sesal di hati perempuan itu, mengapa kamu begitu menyusahkan ? Bertahan lama pada rasa dan ketidakhati-hatian adalah kesalahan yang teramat. Semakin terasa sulit.
Barangkali tak pernah ada cinta untuk perempuan itu, hanya kepalsuan belaka. Bermain-main dengan kemalangan pada waktu luang. Tak pernah benar-benar ingin menjadi,
Kamu dan perempuan itu adalah suatu kesalahan, kesalahan yang selalu dikompromi. Mengapa sulit? Kamu pernah memberikan tenang teduh kemudian kamu hantarkan perempuan itu ke tempat yang paling sunyi. Kembali kalah dan tawar hati. Â Kamu seperti duri yang menusuk lambung perempuan itu. Â Persembunyian dengan kamu, selesai sudah. Menjadi hambar.
Jika tanpa kamu, mau tak mau perempuan itu akan kembali menyimpan rahasia seorang diri. Tak ada lagi sayang, tak ada lagi rindu. Berakhir sebagai daun jatuh perihal mengeja perasaan tentang kamu. Antara kamu dan perempuan itu ada penyesalan yang tidak termaafkan. Kamu itu bukan rumah, dan perempuan itu juga bukan rumah bagi kamu.
Perempuan itu ada dalam waktu kebodohan ketika mengizinkan kamu ada di hati. Kamu pria pinokio, pria yang melululantakkan perasaan bahkan harapan yang disemogakan. Barangkali sebenarnya, perempuan itu adalah ketidakpantasan yang kamu inginkan saat kamu ingin.
***
Rantauprapat, 25 November -
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H