Sadarlah wahai perempuan, jangan menggerutu pada hal yang sudah pasti merusak suasana hati. Kau perempuan yang tidak diinginkan, barangkali hanya untuk menenteramkan kegelisahan diri. Â Malang sungguh. Terlalu lelah berlari dari kejujuran. Kau perempuan payah. Tak terhitung corat-coret ada di zonamu. Untuk apa menuai dari apa yang bukan kau tanam. Menulis prosa demi prosa patah hati.
Perempuan oh perempuan, kepada hatimu, jangan miliki segenggam rindu pada jerat yang mencelakakan. Menyusahkan diri. Kau harus bisa untuk memutus circle toxic relationship. Kepada hati perempuan itu, yakinlah tak ada cinta, tak ada sayang bila mendua. Yang hanya dikira-kira, meluangkan waktu di kala luang dan sendiri. Kau tidak bisa menuntut apa dan siapa pun. Janji dalam berbagai-bagai rayuan tabu karena itu tersembunyi.
Ibarat alunan asmara dan perjalanan penuh liku, kau butuh keberanian untuk berhenti. Diskriminasi yang tidak seharusnya, jangan lagi buatmu menjadi penghasil sampah terbaik. Bertimbun kisah tersembunyi, kisah yang belum diceritakan. Sudah cukuplah, tak usah lagi kau membangun hasrat yang tidak hasratmu, kausemaikan keinginan-keinginan bodoh bersama rintik hujan.
Kepada hati perempuan itu, janganlah bersekutu dengan penyakit ketakutan, kesendirian, itu buat kau menyerahkan diri pada kebinasaan. Tak ada yang benar-benar menerima. Apa lagi yang tidak akan pernah menjadikan kau pilihan dan artikel utama di hari-hari yang ada. Pada kebenarannya, bukankah yang asing akan tetap menjadi asing. Senandung kelabu di cuaca mendung.
***
Rantauprapat, 28 Agustus 2022
Lusy Mariana Pasaribu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI