Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Perempuan Itu Tidak Lagi Tahan

14 Agustus 2022   09:50 Diperbarui: 14 Agustus 2022   09:59 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Kalah.
Menyerah.
Menjadi sembilu.
Terlampau banyak efek traumatis.
Perempuan itu mempertimbangkan hal yang akan dilakukan untuk mengakhiri rasa sakit, sungguh ingin menyingkirkan rasa sakit yang berpuluh tahun dialami.

Akhir-akhir ini perempuan itu tidak lagi tahan, sakit tapi hanya diabaikan. Berujung pada kematian kah atau akan terselamatkan. Ada dalam keraguan. Kerumunan duka bersama risau pun menyertai. Butir air mata tak jemu membasahi. Menjadi perempuan yang kehilangan nurani.

Damai, tidak dijaga betul-betul. Hari ini, perempuan itu berserah penuh pada kalah.
Hujan kebohongan, kemarahan, keegoisan bertubi menghantam. Bersembunyi di balik kata ROHANI, ternyata menjadi kata-kata sia-sia. Ini yang menjatuhkan, perempuan itu tidak lagi tahan akhirnya.

Tentang kasih, bullshit.
Ada tapi tidak ada
Tidak ada tapi mungkin ada.

Gagu, perempuan itu selalu ditawari kesedihan tanpa secuil bahagia. Begitu penuh kerumitan. Masa lalu, perempuan itu, dan masa depan sepertinya tidak bisa sefrekuensi. Saat-saat ini seakan menjadi musium patah hati terberat dalam hidup. Padang ilalang tumbuh dengan riap.

Perempuan itu ingin menjaga kesehatan mental dan fisik, tapi keadaan terlalu menyulitkan. Diharapkan namun tidak sepenuhnya menjadi. Secepatnya, dalam senyap perempuan itu ingin putuskan rantai kegelapan. Konyol barangkali, seolah perempuan itu mampu.

Hu, perempuan itu tidak ingin berkhianat dari tanggung jawab terhadap hidup, yang sungguh terjadi adalah hidup penuh ketidakadilan terhadap hal-hal yang perempuan itu jalani, pada hari ini perempuan itu tidak lagi tahan.

***
Rantauprapat, 14 Agustus 2022
Lusy Mariana Pasaribu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun