Teruntuk L, perempuan Itu
Sepatutnya perempuan itu masih bersyukur untuk hari ini, dipercayakan mengulang hari di mana ia dilahirkan. Bersyukur saat-saat di mana, epilog dan narasi yang terjadi hari ini mungkin menyatakan pertanyaan dan pernyataan yang sulit terdefenisikan.
Seharusnya hari ini begitu membahagiakan untuk perempuan itu, namun untuk menghidupi bahagia itu butuh ekstra awareness. Ia tak mendapati beranda untuk dicintai, terabaikan. Mungkin beban yang sudah lama ingin di bumi hanguskan. Apa karena perempuan itu berbeda?
Lagi-lagi, perempuan itu sadar ia masih bernafas dan tidak boleh sesuka hati menyerahkan diri pada jerat kematian. Ketika hari ini begitu sulit, terlupa atau sengaja dilupa, perempuan itu yang punya kuasa atas segala hal yang terjadi dalam hati dan pikirannya. Harus tetap berusaha untuk memerdekakan hati sendiri.
Benar, perempuan itu masih kesepian. Ia butuh rumah, butuh healing, language of love yang memberi penerimaan, terlebih saat ia mengulang hari di mana ia dilahirkan. Â Butuh yang entah akan menjadi atau butuh yang hanya sekadar harapan semu. Entahlah. Perempuan itu tidak seharusnya meletakkan rasa tenteram, tenang teduh pada hal yang sudah berulang kali memberi rasa sakit. Sebab, tak ada yang benar-benar memahami perempuan itu selain diri sendiri.
Hanya, janganlah perempuan itu lupa, masih ada hari ini, itu hanya karena kebaikan Tuhan. Setelah hari ini, setelah enam belas Maret, usia yang baru, perempuan itu harus memiliki pegangan hidup yang bijak, bertumbuh dan berproses dengan akal dan hati yang sehat.
Selamat bertambah usia untuk perempuan itu. Jangan patah dan tunduk pada kemungkinan demi kemungkinan yang menimbulkan nestaapa. Cintai dan sayangi sayangi diri sendiri.
***
Rantauprapat, Maret 2022
Lusy Mariana Pasaribu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI