Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lagi, Perempuan Itu dan Sebuah Kisah tentang Kekalahan

18 April 2021   20:30 Diperbarui: 18 April 2021   20:51 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ya, perempuan itu ada di sana. Di dalam rahasia yang tak ingin diketahui. Ada penyesalan yang tak termaafkan. Saat ia tidak menerima penerimaan, saat ia tidak lagi memahami dirinya sendiri, entah kenapa ia jatuh pada godaan yang merayu. Menikmati waktu senggangnya bersama ratapan lagi hasrat yang bukan milik perempuan itu.

Ada relasi yang terjalin, namun tidak seharusnya terjalin.

Hingga malam kedelapan belas bulan keempat, perempuan itu terhempas. Ia lagi-lagi menerima kenyataan bahwa ia tidak pernah terpilih. Bodoh memang. Getaran kekecewaan segera tumbuh di hati perempuan itu. Ia sadar dari awal telah bermain-main dengan kemalangan. Salah dan keliru. Kalah-mengalah untuk hal yang tidak seharusnya.

Ini sebuah kisah tentang kekalahan perempuan itu. Bukan memelihara diri dari kesukaran, malah menjadi lalang pada gandum yang ia miliki. Perempuan itu menjadi pelaku sebuah kedzoliman, untuk mati di pekuburan sepi. Melarikan diri dari kesedihan yang menjalari dengan menikmati hasrat yang berbahaya, hanya semu. Kini, terjatuh dalam lubang kekalahan yang paling menyakitkan. Tersesat di hutan sendu. Ah, perempuan itu telah mengalami kekeringan hati.

Perempuan itu bersembunyi di balik kata lugu. Saat ini, ia dilingkupi ketakutan. Ia marah, kecewa, akan apa yang telah dilakukan. Begitu bodoh. Begitu picik. Menyia-nyiakan cinta demi cinta yang penuh kedurjanaan. Perempuan itu muak pada diri sendiri. Belindung atas nama kelemahan, namun pada kenyataannya, kelemahan itu adalah alat untuk menerima tingkah laku yang menjijikkan. Dan itu dengan sadar dinikmati. Lagi, perempuan itu menciptakan kisah tentang sebuah kekalahan. Hu, ia menagisi kebodohan diri sendiri. Menjadi seseorang yang terasing dan keparat. Payah.

Selepas malam ini, perempuan itu ingin pulang dan berbalik arah dari arah yang menyesatkan. Tidak lagi mencumbui apa lagi bersekutu dengan rentetan kemalangan. Sungguh, perempuan itu telah kalah dan benar-benar ingin mengalami metamorfosis ke dalam pemulihan yang benar.

***
Lusy Mariana Pasaribu
Rantauprapat, 18 April 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun