Realita menurunkan satu demi satu cerita yang tersembunyi. Lagi-lagi harus memaksa diri untuk berani, pernah bersama dan terlelap dalam harap. Karena keterbatasan dan ketidakberterimaan, kini terdapat kesenjangan pada hidup. Banyak yang menjadi tapi tidak memiliki. Terasa redup. Membuat ia menyendiri, menyepi bersama keraguan yang berarus gaduh.
Dalam riuhnya kehidupan, ia perempuan yang pernah menerkam keyakinan hatinya terhadap harap yang diharapkan. Sorot matanya sering terlihat ketakutan. Kesedihan merajalela dalam dirinya. Genangan air mata seringkali bercumbu dengan semesta hidup perempuan itu.
Namun, sesungguhnya perempuan itu sadar, bahwa ia hanya sampah yang di daur ulang. Dan jika kini, jika hari ini, hari kelahiran perempuan itu dan tepat di 16 Maret, ia masih ada dan bernafas, itu hanya karena kesempatan dan kasih kebaikan Tuhan. Perempuan itu ingin berdansa pada keberterimaan. Menghidupi bahagia. Bukan pula tidak akan ada badai, tidak akan ada penolakan. Namun, ia harus memelihara diri dari kesukaran. Hingga ia tidak memakamkan diri pada kebodohan hati.
Ada di 16 Maret hari ini dan bertahan sejauh ini, itu bukan hasil usaha perempuan itu. Itu hanya pemberian Sang Maha Sempurna.
Ya, kuharap perempuan itu tetap merindukan harapan baik terjadi dalam hidupnya. Menerima keberadaan diri seutuhnya. Tidak dengan sengaja menciptakan ratapan yang merumitkan diri sendiri. Â Apa lagi menikmati euforia kegaduhan hanya demi menikmati hasrat yang berbahaya dan berujung pada penyesalan yang tak termaafkaan.
Sungguh, aku ingin perempuan itu bermetamorfosis pada kata "merdeka". Ya, memerdekakan hati sendiri itu hal yang sangat penting. Mencintai diri dengan merdeka. Selepas hari kelahiran perempuan itu, pasti akan terlihat ketidakadilan dan disabilitas nurani, kuharap ia tetap menjadi perempuan yang tabah. Berkontemplasi akan hidup yang masih menganugerahi ia cinta.
Karena, hidup perempuan itu tak akan berakhir di dalam kemalangan yang terjadi. Bukankah, Tuhan itu romantis. Saat ada duka, bisa ada suka. Yang hendak kukatakan, perempuan itu boleh saja sedih dan gentar. Namun, tidak sekali-kali mati dalam pekuburan sepi. Apa lagi menjadi cangkang kosong yang tak bercahaya.
Ah, aku menyemogakan yang terbaik untuk perempuan itu. Kuharap, ia benar-benar akan mengalami kebahagiaan. Dan, aku ingin mengucapkan selamat ulang tahun untuk perempuan itu. Semoga ia, dalam kemurahan Tuhan. Untukmu, perempuan itu. Perempuan yang berelasi intim dalam hidupku. Biarlah aku melangitkan harapan indah ini.
Karena perempuan itu adalah aku. Dan aku melangitkan harapan baik untuk diriku sendiri, itu tidak ada salahnya bukan. Akhirnya, selamat bertambah usia buatku.Â
***
Rantauprapat, Maret 2021
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H