Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Terpaksa Lalu Terbiasa

14 Maret 2021   00:00 Diperbarui: 14 Maret 2021   00:00 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salahkah bila diriku terlalu mencintaimu
Jangan tanyakan mengapa, karena aku tak tahu
Aku pun tak ingin bila, kau pergi tinggalkan aku
Masih adakah hasratmu tuk mencintaiku lagi?

Ah, lirik lagu di atas. Lirik lagu yang ditulis Maia Estianty, merupakan gambaran nyata dari perasaan cinta perempuan itu.

Sekiranya satu bukan hanya peribahasa untuk cinta yang ia yakini. Namun sepertinya, cinta itu telah berkhianat pada harap. Membuat patah hati. Cinta hanya menjadi tapi tidak memiliki. Begitu menggetarkan jiwa perempuan itu. Kehilangan arah.

Mengatakan ikhlas berpisah, namun itu gagal. Hanya omong kosong. Yang terjadi adalah, terpaksa lalu terbiasa. Terpaksa. Ya, mau tak mau harus melepaskan. Lalu terbiasa akan kehilangan. Dan membuat perempuan itu terbawa hilang, melarikan diri dari harapan untuk bersama.

Cinta yang pernah terikat, sudah terlepas. Karena datang hanya untuk melakukan upacara persinggahan. Terasa begitu dingin, menurunkan mendung di mata perempuan itu. Begitulah cinta yang perempuan itu pernah semogakan, hanya menjadi tidak memiliki. Terpaksa lalu terbiasa. Berlinang air mata.

Ya, sebenarnya perempuan itu marah.
Pada perpisahan.
Pada cinta yang menjadi tapi tidak memiliki.
Pada hasrat yang bukan milik perempuan itu lagi.

Masih adakah hati yang bersedia menerima? Di selasar sepi, ada keterasingan di dalam hati perempuan itu. Ada kecemasan demi kecemasan menerpa. Jejak yang tertinggal. Gelisah menerkam jiwa perempuan itu.

Bum. Salah satu kampung halaman perempuan itu telah menjadi kenangan di sejarah hidup yang ia miliki.

***
Rantauprapat, 13 Maret 2021
Lusy Mariana Pasaribu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun