Aku tak ingin ada jeda di antara kita. Ada jurang yang tak terseberangi. Mengenai kamu yang merupakan pertanyaan yang menyusahkanku, aku tetap merindukan bisa menapaki sejarah bersamamu. Kali ini, aku terlampau takut memikirkan, setelah tidak denganmu, akan seperti apa nantinya.
Aku ingat betul,
Saat itu, saat di mana kamu membuatku mengalami keberterimaan dan riwayat luka tidak lagi menguasai diriku. Dan, saat kamu bertanya : bagaimana jika aku masuk di kehidupanmu? Itu pertanyaan yang secara tidak langsung memberikan teduh dalam hatiku.
Sebab kehadiranmu memberikan kesempatan bagiku untuk merasakan kembali damai sejahtera perihal masa depan yang sebenarnya penuh ketidakpastian yang sempurna. Di antara kita. Aku sungguh tahu, banyak keterasingan yang nyata, namun keterasingan itu bukan seharusnya mencipta jurang yang tidak akan terseberangi oleh aku/kamu.
Kesunyian jiwa yang pernah menggenapkan aku/kamu biarlah menjadi sebuah pembelajaran. Pada ketidakpastian yang sempurna, kita tidak boleh membiarkan diri terjerembab dalam hamparan semu. Bersimpuh dalam hasrat yang berbahaya.
Tapi biarlah, kita meminta dan berserah sepenuhnya pada pertolongan Sang Maha Sempurna. Lalu di manakah kita akan berakhir? Akankah pada kejadian yang bernama patah hati atau sebaliknya, entahlah. Aku tak bisa memastikan itu. Karena aku/kamu bukan manusia yang berpangkat Tuhan.
***
Rantauprapat, 16 Februari 2021
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H