Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menjemput Cinta di Balik Pria Tapanuli

2 Februari 2021   19:08 Diperbarui: 2 Februari 2021   19:12 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ada tawa kebahagiaan yang hadir. Mata perempuan itu basah karena kesadaran yang diberikan si pria Tapanuli. Perempuan itu terlalu larut dalam ketidakberdayaan. Padahal sesungguhnya ketidakberdayaan tidak begitu. Terlalu berandai-andai pada disabilitas yang sebenarnya bukan disabilitas.

Perempuan itu telah lama berkelit dan bermain-main dengan kekhawatiran yang berlebih. Hingga ia tak tenang teduh. Ia mengelabuhi dan bersaksi dusta pada dirinya sendiri, merasa baik-baik saja padahal sesungguhnya tidak begitu. Kehadiran si pria Tapanuli adalah warna baru yang sebelumnya tidak dimengerti oleh perempuan itu. Tentang pria itu, dia menjadikan perempuan itu kembali mencintai harapan, mencintai dirinya sendiri.

Cinta, cinta, cinta. Dengan keyakinan dan penuh kehatian-hatian, perempuan itu ingin menjemput cinta di balik pria Tapanuli itu. Di mempesonanya perhatian, perempuan itu meminta dan berdoa pada Sang Maha Sempurna Si Pemilik Waktu, untuk memberikan apa yang diinginkan dan dibutuhkan perempuan itu. Semoga jalan ketakutan dan kesendirian akan terpatahkan dari semestanya.

Ahh Tuhan, semoga Engkau berkenan menjawab doa perempuan itu. Ya, hari ke dua puluh sembilan di bulan pertama dan awal Februari menjadi harapan baru untuk perempuan itu. Hari ini, perempuan itu berpikir lebih jernih. Merajut harapan baik dan tak usah memelihara patah hati.

Biarlah, setelah ini. Perempuan itu mengheningkan cipta pada ketakutan yang belum tentu berujung kenyataan. Menghidupi bahagia dan percaya bahwa akan ada masa depan untuknya. Bagaimana pun, ia bukan manusia yang berpangkat Tuhan. Yang tahu apa yang digariskan untuk semestanya.

Seharusnya, perempuan itu bersyukur dan bersemangat atas hidup yang masih dianugerahi padanya. Semoga ini menjadi tahun kemurahan untuk perempuan itu. Bukan, bukan. Semoga ini menjadi tahun kemurahan untuk perempuan itu dan juga untuk pria Tapanuli itu.

Ya, perempuan itu aku.

***
Rantauprapat, 02 Februari 2021
Lusy Mariana Pasaribu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun