Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tenanglah Jiwamu, Hai Perempuan

8 Januari 2021   00:00 Diperbarui: 8 Januari 2021   00:08 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi via twitter/@kulturtava


Ini kisah seorang perempuan

Dunianya terkadang penuh kemalangan, dan ia harus berdamai dengan keadaan itu. Saat ia lekatkan penerimaan, kekhawatiran seringkali menduduki sebagian hati dan pikirannya. Ia tak tenang teduh. Berlaku seperti orang yang pandir, mempertanyakan kenapa dan kenapa ia harus berbeda?
Mengapa, ia yang harus menerima ketidakadilan? Kekhawatiran akhirnya mendukakan hatinya.

Terkadang ia ingin melakukan pemberontakan, melawan ketidakadilan. Lagi-lagi ia kalah pada keterbatasan, bahkan untuk melawan kelemahan dirinya sendiri ia tak mampu.

Gemetar tanganku dan air mataku seolah membeku, saat aku menyaksikan, perempuan itu lesap dari kedamaian. Tumbuhnya tak lagi riap. Pagi datang, tapi yang ia rasa adalah malam. Malam datang, yang ia rasa adalah malam kaku yang penuh nestapa.

Ia seperti lalang di antara gandum, menjadi perusak dan penggangu percakapan yang ditumbuhi anggrek indah. Di antara segala kepura-puraan yang perempuan itu lakukan, aku mencoba melupa dan memahami tingkah lakunya. Yang kusesali, aku tak mampu membuat perempuan itu menahan diri saat keberterimaan gagal ia miliki. Akhirnya sering ia jatuh ke dalam jerat dan yang hampa dan yang mencelakakan. Berbagai-bagai duka pun ia alami.

Pernah.
Pada hari itu, kira-kira pukul satu lebih tiga puluh menit siang hari, aku keluar dan mendapati perempuan itu, lalu kataku kepada perempuan itu : mengapa kamu tidak memiliki keberterimaan dan melekatkan hal yang fasik pada hatimu, bahkan kekhawatiran menduduki pikiranmu? Kamu seperti jerami dan akan terbakar oleh kepandiranmu. Bukankah hal itu tak menambah sehasta apa pun dalam hidupmu hai perempuan.

Kataku lagi : tenanglah jiwamu, hai perempuan. Ingatlah bahwa ada Tuhan. Tuhanlah pemberi berkat dan pemberi apa yang kamu butuhkan. Percalah, kesusahan sehari cukup untuk sehari. Aku tahu tidak mudah, namun percayalah. Dan berusaha untuk menjadi gandum yang tumbuh dengan benar dan berbulir dengan rimbun.

Aku adalah perempuan yang sesungguhnya menginginkan perempuan itu tak mengaduk kata bebal dan bodoh di dalam isi hati dan kepalanya. Selepas ini, saat patah hati kembali perempuan itu alami. Saat harapannya tidak terwujud, saat ketidakadilan menyapa perjalanan hidupnya. Kuharap, perempuan itu telah mampu memiliki keikhlasan dan keberterimaan yang benar.

Karena bersimpangan dan berselisih jalan dengan yang sepatutnya dimiliki, akan membuat jiwa tak tenang teduh. Oleh sebab itu, tenanglah jiwamu hai perempuan.

***
Rantauprapat, 07 Januari 2021
Lusy Mariana Pasaribu

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun