Hari ini, pada pagi yang dingin ini. Bicara perempuan itu kurang ajar, tanpa sadar ia telah berbuat fasik, ia telah gegabah. Mungkin ia berbahagia melakukan itu.
Pagi ini, surya kebenaran tak terbit bagi perempuan itu. Ia seperti jerami dan akan terbakar oleh kefasikannya. Ia sudah meninggalkan duri bagi perempuan lain. Ia mencuri ketenteraman hati pada perempuan yang ada di sisinya.
Dan karena luka yang perempuan itu lakukan, sudah turun pula hujan air mata bagi perempuan lain. Tersenyum pun enggan, apa lagi untuk melakukan percakapan. Ritual hening dan memilih sunyi yang akan terjadi hari ini, perempuan itu yang kurang ajar, perempuan lain yang terluka.
Kebebasan kata-kata perempuan itu mengandung kekejaman rasa. Dan menyebabkan perempuan yang lain sudah berjumpa kekalahan pagi ini, dan ingin marah pada perempuan itu.
Perempuan yang lain itu ingin perempuan itu bermetamorfosis pada keberterimaan, memiliki kejernihan berpikir. Dan tentu tak akan berakhir seperti jerami yang diterbangkan badai pun akan terbakar oleh kefasikannya.
Benar. Perempuan lain yang ada di sisi perempuan itu tak punya hak apa pun atas jembatan yang ingin dilaluinya. Itu hanya menjadi keinginan baik yang ada di dalam diri untuk perempuan itu. Sungguh!
***
Rantauprapat, 21 Desember 2020
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H