Hari-hariku terlewati dengan buaian kekhawatiran. Biarkan diri tersisih dari ketenangan.
Tergoda dan terlena pada ketakutan yang menghantui. Ah, diri ini membiarkan irama kesedihan ada dalam hati. Hembuskan kelayuan dan damai sejahtera tak lagi bermekaran.
Aku membuat diriku sendiri kalah. Meruntuhkan keyakinan yang harus dipertahankan. Terhempas dalam hamparan semu. Aku tak mampu melawan ketakutanku. Dalam harap cemas, rindu dalam harap, aku mati. Mati di pekuburan sepi. Kemudian aku berpaling dan pergi dengan panas hati pada ratapan kosong.
Kini, aku merindukan ketenangan. Berharap kembali merasakan hidupku yang penuh pengharapan.
Kukan tenang teduh. Berpadanan dengan kesempatan yang memberikan jejak warna yang sepatutnya.
Pada hari yang kedua puluh tujuh dalam bulan yang kesebelas, aku ingin keluar dan berbalik dari tingkah lakuku yang tidak semestinya. Memelihara keraguan yang tidak berdasar. Seharusnya aku tahu, keadaan yang seperti itu tidak ada artinya.
Dan aku akan merasa damai sejahtera. Kukan tenang teduh, aku harus kuatkan hati. Percaya dan percaya. Adakah pengharapan yang benar kumiliki. Yang tak pernah pupus.
Apakah benih kepercayaan yang utuh masih tinggal tersimpan dalam lumbung keyakinanku? Harusnya masih tertinggal. Hariku tak ada dalam hamparan semu yang gelap.
Sejatinya memang, aku hanya manusia fana yang terbatas. Kukan tenang teduh dalam hidup jika memiliki hati nurani yang benar, dan tak menarik diriku pada pencurian yang penuh hasrat yang berbahaya.
Saat ketidakpastian yang sempurna dan yang tidak terpikirkan sebelumnya menyapu kulit hidupku, berharap kukan tenang teduh dalam menjalani sisa di musim hidupku.
***
Rantauprapat, 27 November 2020
Lusy Mariana Pasaribu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI