Berapa lama lagi, engkau berseru dan berteriak? Memandang kelaliman dan memperlihatkan kejahatan pada dirimu sendiri. Membuat dirimu terkepung ketidakadilan, seperti serigala engkau pada waktu malam.
Engkau bersukaria atas perbuatan khianat yang engkau lakukan. Bukankah sebenarnya engkau telah menghunus pedang untuk dirimu sendiri. Tidak akan bertangguh, engkau sudah membeku, menjejaki semestamu, dan bersegera menuju pada sebuah ratapan.
Kebodohan telah menggigiti engkau. Celakalah engkau, sebab telah menggaruk bagi dirimu sendiri apa yang bukan bagian hidupmu. Ketakutan yang menghantui dan yang tidak perlu engkau takutkan, sudah menghantarkanmu pada malam dan kisah-kisah yang kaku.
Kemalangan yang akan menjarah engkau. Dan engkau bersusah-susah karena kekhawatiranmu sendiri. Sampai kapan, engkau bersembunyi dan memberi dirimu kehampaan yang berujung amarah.
Engkau sudah bersalah terhadap dirimu sendiri. Itu akan menjadi ingatan di dalam hatimu. Engkau telah berlelah untuk yang sia-sia. Hak atas sebuah ingatan yang akan memberikan nada ratapan.
Sampai kapan, engkau titipkan kepedihan dan kemalangan di hidupmu. Terlena dalam dekapan mimpi. Selagi masih ada kesempatan, engkau harus melepaskan diri dari genggaman malepetaka! Dan engkau tidak akan terkurung dalam cela yang besar. Engkau tidak akan merebahkan diri ke dalam pembuangan yang penuh  luka yang teramat sulit tersembuhkan.Â
Jangan lagi membaur pada hasrat yang menggoda hati dan akan membuat engkau mencicipi dosa. Jika itu yang engkau pertahankan, kemalangan yang akan menjarah dirimu terus-menerus.
***
Rantauprapat, 23 November 2020
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H