Ucap dan pemandangan mata yang kau berikan mengusik helai demi helai kekuatan hatiku. Pelepah malamku tak lagi indah. Buatku duduk di kegelapan. Ruang duka yang menjadi temanku. Terdampar di titik sunyi.
Dengan hati yang terluka, aku merengkuh pilu. Aku tak mengerti, kenapa kubiarkan dirimu mengambil peran terhadap perasaanku.
Kutahu, malam ini aku kembali duduk di kegelapan karena perlakuanmu, bahkan aku terusir dari kedamaian hati. Kau menjadi tokoh antagonis yang menyulut api di hatiku. Seakan malam ini lambat berlalu.
Namun, aku ingin melupa akan luka yang kau beri malam ini, benar-benar melupa. Jika tidak demikian, aku akan membawa kekosongan dan kehampaan saat bersamamu. Terhadapmu, aku tak ingin layu dan menjadi pohon anggur yang tak riap tumbuhnya. Kuharap, relasiku denganmu akan tetap baik. Dan bunga-bunga penerimaan untukmu akan kembali bermekaran.
Bagaimanapun, kau seseorang yang ada di muatan hatiku. Dan luka yang kau beri tak lebih besar dari rasa cinta yang kurasakan terhadap dirimu. Atas nama cinta yang kumiliki, aku akan berusaha untuk baik-baik saja, walaupun ada luka yang tercipta darimu.
***
Rantauprapat, 03 November 2020
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H