Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tanpa Air Mata Ratapan

2 November 2020   00:00 Diperbarui: 2 November 2020   00:21 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini tentang cinta, jarak, dan penghabisan. Terperangkap dalam hamparan mimpi, aku seperti jerami yang diterbangkan badai. Sudah layu oleh angin Timur. Aku mengingkari suara hatiku, hanya demi seseorang yang membuatku nyaman.

Pernah aku jatuh terjerembab dalam romansa pohon cinta bersama seseorang. Cukup lama aku terbuai. Perlahan namun pasti, aku kedatangan aroma petrikor yang tidak biasa tentang dirinya. Aroma kebenaran yang menyakitkan, kebenaran yang menuruni kesadaran diri. Seseorang itu sudah dipastikan adalah cinta orang lain.

Bodohnya, aku sudah jatuh cinta pada kebohongan. Jatuh cinta pada cinta orang lain. Aku merintih dan duduk di kegelapan. Kini, aku hanya bisa mempercayai bahwa semua kata-kata yang terucap dari pria itu menjadi kata-kata yang tak bermakna. Seperti mimpi buruk yang harus kusudahi, kali ini tanpa airmata ratapan.

Aku lebih memilih sendiri dari pada bersama cinta orang lain. Tak lagi menutup diri dari jejak kebenaran, apa lagi melelehkan diri pada saujana semu yang berakhir redup. Aku berhenti menikmati romantisme dan tidak menjadi perundung pada hatiku dan hati orang lain.

Terhadap kisahku yang seperti mimpi buruk, aku berharap aku akan melupa tentang itu. Benar-benar melupa bukan hanya sengaja melupa.

Aku tak akan pernah lupa rasanya disakiti, aku pun tak akan memberi rasa sakit pada hati yang belum pernah kutahu pemiliknya dengan sengaja. Karena sepertinya ini adalah rasa cinta yang sebenarnya sama sekali tidak ada cinta yang dirasakan.

***
Rantauprapat, 01 November 2020
Lusy Mariana Pasaribu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun