Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mati di Pekuburan Sepi

25 Oktober 2020   00:00 Diperbarui: 25 Oktober 2020   00:20 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah kau ditusuk tangan ketakutan? Tenggelam oleh kesendirian. Kejamnya hidup dan ketidakadilan sudah melekat pada dirimu.

Itu yang sering terjadi padaku, takut akan kesendirian. Pada suatu titik, ketika cinta menawarkan lagi rasanya, itu adalah sebuah harapan indah. Karena aku pernah menyia- nyiakan cinta yang sudah hadir.

Dalam  belantara huruf-huruf kehidupan, aku tahu bahwa kehadiran dan perpisahan adalah dua sisi yang saling berdampingan. Namun yang terjadi padaku, keraguan yang berarus deras telah menghunusku. Buatku layu oleh angin Timur. Mengalami ratapan yang seharusnya tidak kurasakan.

Di kesendirianku, tak ada yang kebetulan. Bukankah sewaktu-waktu aku bisa pergi dari semesta. Aku bisa mati di pekuburan sepi. Bersamaan dengan datangnya malam sunyi, keinginan untuk meninggal lebih dulu mengelayutberati jiwaku.

Bukankah hidup butuh waktu, terkadang aku lelah menjalani waktu. Aneh bukan,  seakan aku punah. Punah!

Ini yang menjadi keinginanku, meninggal lebih dulu. Karena aku lebih baik mati dan tak merasakan takut, sebab ditinggalkan tanpa sandaran. Lebih baik aku tak ada, dari pada hidup pun tak memiliki apa-apa.

Aku sangat ingin keluar dari ketakutan ini. Aku perempuan payah yang rapuh. Akankah aku akan berada di ruang pemahaman dan mendapatkan dekapan yang benar hingga aku berada di tempat yang terang.

Lelah memeras waktu, lelah pada penantian. Lelah dengan ketidakpastian dan ketidakpenerimaan. Lelah dengan keinginan yang keliru, keinginan untuk meninggal lebih dulu.

Apakah mampu sebuah keinginan menjadi sebuah kenyataan? Tentu saja ini menunjukkan ketidakpastian, ketidakpastian yang sempurna.

***
Rantauprapat, Oktober 2020
Lusy Mariana Pasaribu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun