Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Seperti Debu Jerami yang Diterbangkan Badai

19 Oktober 2020   00:00 Diperbarui: 19 Oktober 2020   00:50 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Di perjalanan hidup yang sudah berpuluh kalender aku lalaui, aku mengenal dan berelasi dekat dengan seorang perempuan yang sering bermain hujan dan membiarkan dirinya berada di padang gurun, di tanah yang gersang. Melupakan keharusan dan membuat hatinya meninggi. Menjadi seperti Singa pada kesadaran yang harus dimiliki.

Perempuan itu melakukan penyelewengan terhadap diri sendiri. Diam dalam kebodohan. Tak lagi berbunga seperti bunga bakung, karena dia menjulurkan akar-akar hidupnya dengan kehampaan. Hingga tak lagi berbau harum seperti yang diharapkan.

Sekarang aku melihat, perempuan itu pun merasa jenuh. Gemetar dan merasa bersalah dengan membuat kebodohan untuk diri sendiri. Mengapa mengizinkan hatinya dengan mudah menjadi seperti debu jerami yang diterbangkan badai. Seperti asap dari tingkap.

Aku adalah aku, aku seseorang yang berharap perempuan itu kembali. Kembali ke jalan yang lurus. Tidak melapisi hati dengan kejerian yang melangit. Nyatanya, aku masih saja gagal. Harapanku belum berjumpa dengan realita. Lagi-lagi dia tergelincir karena kesalahan. Kata-kata penyesalan tak membuat hati perempuan itu surut dari kelayuan.

Ranting-ranting perempuan itu tak lagi semerbak dan berkembang, sebab telah dimakan belalang pelahap. Aku menangis dan meratap. Melihat Buah perempuan itu sudah kering dan berlilitkan kain kabung. Dia hanya mengeluh, berteriak dan menjadi kering.

Dia sendiri yang menghanguskan buah baik yang ada pada pohon hidupnya. Kini, penyesalan perempuan itu telah riap dan berawan. Kelam kabut yang pekat ada dalam hatinya.

Apakah perempuan itu akan tetap diam pada keputusan dan perbuatan yang keliru?. Menyimpan kebodohan untuk seterusnya. Meluaskan daerah di Mesopotamia hidupnya dengan angin badai.

Seharusnya perempuan itu tidak melakukan itu. Semoga di sisa waktuku, aku bisa melihat perempuan itu tidak selalu menjadi seseorang yang tengil, payah dan kalah.

Semoga!
Karena perempuan itu seseorang yang kukasihi dan ada di muatan hatiku.

***
Rantauprapat, 18 Oktober 2020
Lusy Mariana Pasaribu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun