Saat ini yang kubutuhkan adalah keheningan dan terkapar di antara huruf-huruf puisiku. Malam tadi, aku memaksa diri untuk mendengar kejujuranmu.
Rahasia-rahasia yang ditutupi selama berbulan-bulan sudah terbelah. Sebelum hari berganti, ada kabar yang serupa marahabahaya di kepala malamku. Marabahaya yang memberi kesadaran di kepalaku. Risalah dari laut bulan Oktober yang kuterima adalah kebenaran yang terungkap. Ada perasaan kecewa, marah, dan sakit di hatiku.
Aku mempersalahkan diriku, kenapa bisa tertidur lama di beranda kebohongan dan ketidakjujuran.
Di fase kekecewaan yang kualami, perlahan aku membujuk dan merayu diriku sendiri untuk membesarkan hati pada penerimaan. Bahwa kebenaran yang terungkap di awal bulan Oktober menjadi cerita yang seharusnya menyelamatkan hidupku dari desau luka yang berwarna gelap.
Setidaknya, kebenaran itu tidak akan membuat perjalanan waktuku terbawa kegersangan yang lebih parah. Dan kini, rasa sakitku tidak lagi akan bertambah dalam!
Aku akan meninggalkan segala suram yang telah membuat mendung di mataku.
***
Rantauprapat, 06 Oktober 2020
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H