Lama jiwanya dicabik-cabik gersang. Mengeraskan hati dari kesadaran. Ia tunduk pada kehampaan, jatuh pada ratapan pilu sebab mengemis air mata bahagia. Terkapar dalam gemetar sepi, ia bersimpuh dan berharap semestanya akan kembali ditumbuhi bibit kebaikan.
Ia ingin membersihkan rumput yang telah menyemak, tak lagi mau menyerahkan diri pada kelayuan dan hati yang membatu dari kebenaran.
Di rentang harapan, ia mendapatkan pencerahan. Kesadaran mampir di ruang diri. Daun-daun yang ada dalam dirinya pernah layu oleh angin Timur, menjadikan ia perempuan dewasa yang payah. Namun, kisah itu telah berhenti dan berganti. Kini, sudah tercipta risalah yang baru untuk perempuan itu. Ia sudah menjadi perempuan dewasa yang bertumbuh. Daun-daun yang ada dalam dirinya sudah kembali mekar oleh angin Barat.
Segala hal yang pernah perempuan itu lakukan, karena kuasa perusak mengontrol dirinya telah berakhir. Ia beranjak dari kerusakan, karena sudah tersiram kesejukan dan kesegaran, dan memasuki lingkup dan beranda yang benar.
Perempuan dewasa yang bertumbuh itu, ingin telaga jernih yang akan berkuasa utuh di dalam isi hati dan kepalanya. Melanjutkan risalah yang bermakna ke dinding waktu yang masih boleh ia nikmati.
Ia sungguh beruntung, bisa kembali mekar oleh angin Barat. Ada perasaan bahagia di dalam hati, itu adalah persembahan paling benar untuk semestanya. Bahagia yang benar-benar bahagia.
***
Rantauprapat, 04 Oktober 2020
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H