Tidak pernah terpikir sebelumnya olehku, aku akan bercengkrama dengan seorang pria yang berasal dari Timur. Karena aku perempuan Sumatera yang belum pernah keluar dari Sumatera.
Aksaralah yang mempertemukan kami, tapi aku tidak lagi ingat tanggal dan bulan berapa tepatnya.
Pria itu adalah pria dewasa yang terkadang membuat baper karena suka mengusili aku. Pria itu berkisah, dia bisa menghabiskan waktu 24 jamnya, dari pagi menjelang siang, siang menjelang sore, sore menjelang malam, hingga malam menjelang pagi untuk membaca buku.
Sejujurnya aku kurang menyukai kebiasaan pria itu, aku juga pernah mengatakan bahwa itu kebiasaan yang buruk dan tidak harus dipertahankan. Entah pria itu akan memahami atau tidak menggubris perkataanku sama sekali. Entahlah!
Sepertinya. Buku-buku yang ada di sekitar pria itu, seakan bicara dan merayu. Rebut dan raihlah aku. Seketika pria itu tanpa kompromi, akan berkencan dengan buku-buku itu. Di sentral halaman buku yang sedang pria itu baca, pria itu yakin akan menemukan banyak rahasia penting dan dia akan bergulat pada kemalasan yang sesekali menggoda demi mendapatkan makna yang diinginkan hatinya.
Aku pun meyakini, pria itu semakin memiliki pesona dengan buku di hidupnya. Sungguh. Dalam jiwaku, aku bersyukur bisa mengenal pria itu. Pria Timur yang suka berkencan dengan buku. Pria dewasa yang cerdas dan bebas mengalami kemerdekaan melalui buku yang dia inginkan.
Walau aku tidak akan pernah menjadi abjad yang ada di dalam buku pria itu.
Setidaknya, dari percakapanku dengan pria Timur itu, aku sudah mendapatkan banyak ide berpuisi. Bukan hanya mendapatkan ide, aku juga sudah menuliskan puisi tentangnya. Puisi yang akan menjadi kenangan di perjalanan waktuku.
***
Rantauprapat, 27 September 2020
Lusy Mariana Pasaribu