Aku mendapati banyak hal yang patut kusesali. Pada dunia yang penuh hiruk pikuk, terkadang aku ingin berada dalam dunia yang sunyi. Karena sebenarnya aku enggan menyaksikan lagi, sejarah yang dahulu kembali terulang. Sejarah ketidakadilan, aku benar-benar tahu ada topeng kepentingan yang sudah membuatku kembali tersesat.
Waktu tidak akan ambil perduli terhadap apa yang terjadi. Entah itu akan membunuh dan mematikan perasaan. Realita hidup tak selalu mengajarkan arti penerimaan, yang ada malah serapah kepalsuan lagi kebencian.
Dengan sengaja, merebut senyuman dan kedamaian hatiku. Membuat palung jiwaku terpahat kemarahan. Tak bisa kupungkiri, aku sungguh kecewa.
Dengan perasaan kesal, aku mencoba berada dalam masa penerimaan. Walau nyata yang kualami, menelan partikel harap yang kuinginkan. Meski aku menyukai sebuah penerimaan. Saat aku bertemu dengan ketidakadilan, masa penerimaan sulit berada di sisiku.
Aku hanya bisa diam, saat hal-hal yang terjadi dalam hidup menindih perasaanku dengan kelelahan dan kepenatan. Dalam banyak kisah perjalananku, pada akhirnya, tentang ketimpangan yang kualami, aku yang harus memilih, apakah aku perduli atau tidak perihal penerimaan yang harus kupilih.
Sebab waktu tak akan terhenti dan akan terus berjalan tanpa menerima apa yang kupilih. Aku yang harus memahami, bagaimana cara untuk menerima penerimaan terhadap nyata yang kualami.
***
Rantau Prapat, 08.09.2020, 21:33
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H