Hari ini, bukan lagi tentang cinta. Tidak ada cinta hari ini.
Lagi-lagi yang terlihat adalah ketidakadilan. Aku pikir lebih baik kau pergi dan berlari. Atau berjalan menuju keheningan.
Kau membutuhkan ketenangan terhadap peristiwa yang datang dan menjadi luka di hidupmu. Semesta yang terjadi pada duniamu, terlanjur memaksamu berada dalam riuh dusta.
Duniamu sudah menjadikan dirimu saksi sebuah kedzoliman. Berbahaya!
Ada sakit hati yang kau rasakan, ingin melakukan pemberontakan. Kau pun sudah banyak menanggung luka. Terkadang, kau membiarkan dirimu tertidur di beranda kebencian.
Aku tahu, kau ingin berdamai dengan segala keadaan. Dan aku katakan, jangan meneguhkan luka di hatimu. Namun, ada rasa takut yang menggelegar di hatimu. Kau masih juga patah, saat bertemu orang-orang yang menyebabkan semestamu berantakan.
Katanya, setiap duka ada masanya. Aku harap duka yang kau rasa pun akan ada masanya. Kau kan terlepas dari pokok patah yang berwarna gelap.
Segala suram yang membuatmu muak, jangan putus asa dan menghempaskan diri pada hal itu. Berserah sepenuhnya pada pertolongan Tuhan, pribadi yang menerima keberadaanmu seutuhnya.
Walau sulit, jangan mengisi pikiran dan memaksa hatimu berkelahi melawan kebenaran.
***
Rantauprapat. 07 September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H