Yang menjatuhkanku perlahan adalah apa yang terjadi padamu. Ternyata, kamu pernah sibuk bersembunyi untuk menikmati dan menjilati sajian berbahaya dengan lancang.
Kamu, mengabaikan kebebasan yang dipercayakan padamu. Dan lihat, di perjalananmu ada kado terbaik yang kamu terima. Kecelakaan berlarian untuk menyambutmu. Aku tahu, itu sekaligus, wujud teguran Tuhan untukmu. Jika aku simpulkan, kamu seseorang yang masih sulit untuk mau dituntun.
Kamu mengaduh perih, dan kesakitan. Sedikitpun aku tidak iba atas apa yang kamu rasakan. Ini menggambarkan relasi hati yang telah kamu lakukan.
Kuharap, setelah ini kamu akan membuka mata. Entah kamu akan tahu atau tidak. Hari ini, aku tak bertemu bahagia. Duka sedang berkunjung pada duniaku. Hujan hambar datang di halaman hatiku. Aku butuh kejujuran, bukan pembenaran.
Teringat sejarah masa lalumu.
Syukur kepada Tuhan, kamu masih diberi kesempatan hidup. Kukira, itu adalah kesempatan bagimu untuk berbenah juga membersihkan hati.
Kemana kamu akan pergi?
Apa kamu akan kembali lagi berhamburan ke arah yang salah? Mencelupkan kaki ke wilayah yang bukan bagianmu. Entahlah, aku tidak bisa memastikannya.
Aku hanya bisa berdoa, kamu tak lagi jatuh pada perkara yang tidak seharusnya. Karena aku mengasihimu juga mengasihi diriku sendiri.
***
04 September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H