Dalam laut pahamku, aku sering tak sepaham dengannya. Dalam hatiku, aku sering memberontak terhadapnya. Di antara kenakalan yang kulakukan, dia selalu menitipkan doa untukku. Membawa harapan baik bagiku, agar hatiku dibukakan pencerahan.
Akhirnya, aku datang dalam kesadaran. Kasih sayangnya yang benar ada untukku. Entah mengapa, aku sering lupa, bahwa dirinya sering menahan rasa sakit hanya untuk memberi kebahagiaan untukku. Dan saat aku merasa sakit, pasti dia juga merasa sakit.
Ya, selagi dia hidup aku akan menghormatinya. Aku tidak ingin penyesalan berada di hatiku atas sikapku yang tak benar terhadap dirinya.
Aku belajar pada dirinya,
Belajar tentang kesetiaan dalam mencintai Tuhan.
Belajar tentang mencintai cinta yang Tuhan berikan dalam kehidupan.
Dirinya sudah menghantarkan nilai hidup yang benar di semesta hidupku. Dan selagi aku hidup, aroma dirinya adalah makna kehidupan yang tak akan pernah kulupa.
Dirinya adalah Ibuku, ibu yang telah melahirkan aku dengan segala perjuangan. Dia sudah kuteguhkan di dalam hatiku.
***
Lusy Mariana Pasaribu
[Rantau Prapat, 20.08.20, 22:47]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H