Aku tidak ingat berdoa, ketika hatiku kubiarkan tetap hitam. Aku malah berargumentasi dengan diriku sendiri, menyambut amarah yang menghampiri jiwaku.
Aku terlelap bersama kebodohan. Di balik dinding-dinding nestapa, aku menikmati sedih yang sesungguhnya tak pernah kunikmati. Entah apa yang terjadi padaku, aku mengalungkan kepalsuan hidup di duniaku.
Saat sayatan sembilu singgahi pintu hatiku, aku melepaskan diri dari untaian doa. Aku tercemari oleh pemikiranku yang tidak seharusnya.
Aku malah tidak ingat berdoa, dan itu adalah bukti kekalahanku. Aku telah melepas dan kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupku.
Aku melupakan harapanku, aku menjerit tatkala menyadari, hidupku hanya sementara.
Ini bukan sekedar kesalahan biasa, ini kegilaan dan ketidakwarasan yang tidak boleh kubiarkan menguasai diriku.
Aku tidak ingin kegilaan ini menjadi prasasti yang akan membeku dalam sejarah hidupku, aku harus pulang ke arah yang benar.
Aku ingin kembali berdoa.
Aku memerlukan Tuhan.
***
Lusy Mariana Pasaribu
[Rantau Prapat, 18.08.2020, 20:58]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H