Hari ini, ratap seakan enggan pergi dari hatiku. Tak ada asa untukku, genggamanku kini telah terlepaskan. Aku ingin menyerah.
Penolakan diri bercengkerama hangat dengan jiwaku. Amarah menggoda hatiku. Aku mendengar apa yang kau ucapkan. Dan bagiku, sumpah serapah dan katamu adalah akhir segalanya.
Hatiku telah mati, tapi aku membiarkan hatiku pura-pura menyala untukmu. Aku tersandera dalam kegelisahan hati, aku tak bisa menerima kemerdekaan darimu.
Meskipun aku telah merajut cerita cinta di duniamu, tapi yang kuterima darimu adalah luka dan ketidakwarasan. Kau sudah menunjukkan arah yang berbeda dariku.
Aku tak ingin menyimpan luka ini tapi aku tak bisa. Luka ini mungkin tak akan pernah sembuh, karena hari ini aku telah menguburkan hatiku untukmu.
Airmata membasahi hati dan jiwaku.
***
Rantau Prapat, 17.08.2020
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H