Lima tahun lalu, dalam bulan yang ketiga, pada tanggal enam belas bulan itu, kesedihan meliputi aku.
Aku menerima keputusan, keputusan perpisahan tentang kisah asmara kita. Walau sulit, aku belajar melepaskan. Seperti aku belajar mencintaimu kala itu. Kala aku menjalani kisah asmara denganmu, masih teringat jelas dalam diriku itu adalah kisah pertamaku berkomitmen dengan seseorang. Itu tujuh tahun lalu, dalam bulan yang keduabelas, pada tanggal tigabelas.
Aku terluka, berduka bahkan juga membencimu, dan aku sudah berusaha membenahi luka dari perasaan duka juga benciku terhadap kepergianmu. Dengan sadar, aku menjatuhkan airmata. Airmataku adalah tanda, bahwa aku telah kehilanganmu untuk selamanya.
Waktu terus berganti, tidak ingat lagi itu pada tanggal, bulan dan tahun berapa, yang bisa kupastikan adalah aku sudah melepasmu dengan ikhlas.
Pada perjalanan hidup yang masih kulalui, bukan pernah aku sengaja mengingatmu, tapi memori tentangmu masih saja muncul di benakku. Aku ingin mendisiplin hatiku agar terbebas dari jendela kenanganmu, lagi-lagi aku gagal.
Sampai saat ini pun, perihalmu masih saja kembali ke dalam kepalaku. Dan kepalaku belum juga siap amnesia terhadap dirimu sehingga masih saja mengizinknmu mengusik nalarku. Sudah terlalu banyak kenanganmu yang tercatat di sejarah hidupku.
Aku tahu, ternyata melepaskanmu jauh lebih mudah dari pada melupakanmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H