Dalam kesedihan dan keputusasaan karena merindukan seseorang yang telah lepas dari hatiku. Aku rapuh. Kebersamaan tlah berakhir, rindu ini menyesakkan dan tidak lagi bisa ditahan, parahnya tak akan pernah bisa lagi terdengar olehnya.
Aku goyah, tak mampu lagi berpijak dengan kokoh. Aku perempuan yang kehilangan. Kehilangan sandaran dan buatku menderita. Untuk mendapatkan ketenangan, aku memilih menulis puisi. Aku bisa menangis sepuas-puasnya di dalam kata-kata puisiku.
Puisi sebagai terapis diri untukku, aku bisa mengenang kenangannya melalui puisiku. Semenjak kepergiaan seseorang yang mengisi warna di samudra hatiku, aku hanya ingin mengingatnya. Biarkanlah aku menulis perasaanku yang nyata di dalam puisiku.
Pada hamparan kata-kata yang keluar dari perbendaharaan hatiku, aroma tentangnya akan melekat dengan indah. Mata dan jemariku tak akan jemu untuk melihat dan menulis hal-hal mengenai dirinya, dan menerjemahkan tentangnya ke dalam tulisan-tulisan puisiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H